REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE --- Dalam hitungan hari, aksi solidaritas untuk warga Palestina di Gaza disambut dengan kampanye bersama oleh banyak mahasiswa di Amerika Serikat. Mereka yang pro-Palestina kemudian mendapatkan ancaman dari pihak kampus dan dicap sebagai antisemit, namun mereka menunjukkan sikap tak gentar atas ancaman tersebut.
Sebuah aksi protes pro-Palestina di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada awal bulan ini telah memicu sejumlah tuduhan antisemitisme dan kekerasan dari kelompok pro-Israel. Ditambah lagi dengan upaya bersama untuk melarang secara permanen sebuah kelompok mahasiswa yang menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Koalisi Melawan Apartheid (CAA), yang merupakan pusat pengorganisasian untuk mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina, telah menjadi target ancaman tersebut. Namun, meski kampanye ini dilakukan di tengah iklim aktivisme Palestina yang sudah sangat ketat, dengan sejumlah universitas melarang kelompok-kelompok pro-Palestina, para mahasiswa tetap tidak gentar untuk melanjutkan advokasi mereka.
"Ada perasaan yang kuat di antara para organisator di dalam CAA dan di dalam koalisi yang lebih luas bahwa kami akan terus maju dan tidak akan terpengaruh oleh taktik-taktik intimidasi yang dilakukan oleh pemerintah," kata Safiyyah Ogundipe, presiden CAA MIT, kepada Middle East Eye.
"Sejujurnya saya akan mengatakan bahwa kami berada dalam posisi yang sangat kuat."
Pada tanggal 9 November, CAA MIT membantu mengorganisir protes di kampus di Lobby 7, pintu masuk utama kampus. Rencananya adalah untuk menggelar aksi duduk damai selama 12 jam. Aksi di Lobby 7 bukan hal yang baru karena ditempat itu pula protes Black Lives Matter pada 2019 dilakukan.
Para demonstran berencana untuk melanjutkan aksi-aksi pro-Palestina yang telah dilakukan sebelumnya selama beberapa minggu terakhir sejak perang di Gaza dimulai, termasuk seruan agar universitas mengakhiri MISTI-Israel Lockheed Martin Seed Fund. Dana tersebut merupakan sebuah inisiatif yang mempromosikan "penelitian pertahanan ke industri pertahanan Israel", termasuk di Lockheed Martin, sebuah kontraktor pertahanan Amerika.
Namun, pada malam sebelum aksi protes dijadwalkan, panitia menerima pemberitahuan bahwa Lobby 7 tidak lagi menjadi tempat yang dapat digunakan untuk mengadakan demonstrasi di kampus.
"Jadi, bagi MIT, malam sebelumnya, mengirimkan komunikasi yang mengatakan 'ngomong-ngomong, Anda tidak lagi diizinkan untuk berunjuk rasa di Lobby 7, dan jika Anda melakukannya, Anda melanggar kebijakan MIT', merupakan langkah yang tidak bijaksana," Francesca Riccio-Ackerman, seorang mahasiswa PhD di MIT, mengatakan kepada Middle East Eye.
Riccio-Ackerman mengatakan bahwa langkah untuk mengirimkan pemberitahuan tersebut tampaknya "secara sengaja membuat siapa pun yang berpartisipasi dalam aksi itu dianggap melanggar kebijakan institusional".
Kemudian sebuah selebaran disebarkan oleh pihak administrasi kampus yang meminta semua demonstran untuk meninggalkan Lobi 7 atau akan dikenakan skorsing. Namun, para demonstran tetap bertahan sepanjang sore dan malam hari, meskipun polisi telah menutup area tersebut pada malam harinya.
"Sungguh sebuah pertunjukan solidaritas yang indah untuk melihat begitu banyak orang dari berbagai kalangan mendukung Palestina," ujar seorang mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya kepada MEE.
Perang narasi