REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam sejumlah riwayat disebutkan tentang berbagai keutamaan bagi orang yang memberikan nafkah bagi keluarganya. Terutama suami yang berkewajiban memberikan nafkah kepada keluarga inti.
Dalam kitab Mukhtashar Shahih Bukhari disebutkan sejumlah hadits mengenai keutamaan memberikan nafkah. Salah satunya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud Al Anshari, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Idza anfaqal Muslimu nafaqatan ala ahlihi wa huwa yahtasibuha kaanat lahu shodaqatan.”
Yang artinya, “Apabila seorang Muslim memberikan nafkah kepada keluarganya semata-mata karena Allah SWT, maka nafkah tersebut bernilai sebagai sedekahnya.”
Abu Hurairah juga meriwayatkan, dari Nabi Muhammad SAW, “As-saiyyu alalarmalati wal miskini kal mujaahidi fi sabilillah, awil qaaimi llaila, ashoiminnahar.” Yang artinya, “Orang yang mengurus janda (yang tidak mampu) dan orang miskin adalah seperti orang yang berjihad di jalan Allah SWT. Atau seperti orang yang mengerjakan sholat sunnah pada malam hari dengan berpuasa di siang harinya.”
Istri memberi nafkah keluarga
Kewajiban memberi nafkah memang mutlak kewajiban seorang suami. Namun demikian, jika seorang istri berinisiatif dan turut serta membantu perekonomian keluarga, maka hal itu tidak dihitung sebagai sebuah kewajiban, melainkan dua pahala. Dalam hal ini, terdapat sebuah riwayat yang menjabarkan tentang nafkah yang diberikan seorang istri kepada keluarganya.
Ummu Salamah berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah saya mendapat pahala jika saya menafkahi anak-anak Abu Salamah, padahal saya pun tidak akan membiarkan mereka begini dan begini karena mereka tidak lain adalah anak saya juga?’ Rasulullah SAW pun menjawab, “Ya (nafkahilah mereka) dan kau akan mendapat pahala atas nafkah yang engkau berikan kepada mereka.”