REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Lembaga Seni Budaya Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah DKI Jakarta akan menggelar pertunjukan teater kolosal mengenai sejarah pendirian Muhammadiyah di Batavia (Betawi). Pertunjukan yang bertajuk “Dari Tanah Tinggi Matahari Bersinar’: Sejarah Muhammadiyah di Tanah Betawi, akan dipentaskan sebanyak dua kali, yakni pada pukul 13.00 WIB dan Pukul 19.30 WIB di Teater Besar Taman Ismail Marzuki yang berada di bilangan Jl Cikini Menteng, Jakarta, pada Senin 27 November 2023.
‘’Jadi dalam rangka Milad Muhammadiyah ke-111, kami akan tampilan pertunjuan teater kolosal mengenai sejarah pendirian Muhammadiyah di tanah Betawi. Bagaimana perjuangan pendiri Muhammadiyah dan para tokoh Betawi ketika pada tahun 1921 mendirikan organisasi di wilayah yang menjadi ibu kota Indonesia. Bagaimana seluk-beluknya dan bagaimana sejarah perjuangan organisasi ini hingga bisa eksis dan menyatu dengan warga yang ada di tanah Betawi,’’ kata Agus Suradika, Sabtu siang, (23/11/2023).
Suradika menerangkan, dalam pentas teater yang didukung puluhan pemeran dari aktivis organisasi, para generasi milenial dan hingga siswa sekolah yang ada di perguruan Muhammadiyah. Dalam pertunjukan ini akan dipesankan banyak hal. Ini misalnya bagaimana peran organisasi besar saat itu, misalnya peran para aktivis Boedi Oetomo mendukung penuh eksistensi dan pendirian organisasi ini di Jakarta.
‘’Hal lain juga menceritakan suka-duka pergulatan dan perjuangan para tokoh Muhammadiyah Jakarta di dalam membesarkan dan merawat organsisi ini. Bagaimana mereka secara terus menerus menjelaskan kepada masyarakat Betawi mengenai pesan yang sebenarnya dari jamiah Islamiyah ini."
Tak hanya itu, lanjutnya, melalui pertunjukan teater kolosal itu juga akan secara terus menerus menerangkan segala hal keselahpahaman publik tentang ajaran Muhammadiyah. "Misalnya bagaimana menyikapi kepercayaan akan mistik, persoalan tahlilan, haram dan halal dan berbagai nilai lainnya,’’ kata Suradika.
Menurut Suradika, melalui pertunjukan teater kolosal sejarah Muhammadiyah di tanah Betawi tersebut kami ingin berpesan dakwah itu harus terus menerus disesuaikan dengan perkambangan zaman. Dakwah tidak boleh kaku lagi, namun semakin lentur meski dengan tidak bisa meninggalkan nilai-nilai yang mendasarnya.
“Misalnya dalam pertunjukan seni dan budaya, masyarakat harus dipahamkan bahwa kaidah asasi hukum atau fiqhnya itu tidaklah haram, melainkan mubah. Dan ini bisa berubah menjadi halal bila dilakukan dengan baik mengacu pada nilai luhur ajaran agama Islam, dan segera akan berubah menjadi haram bila malah dilakukan dengan melanggar aturan agama serta menjadi tindakan kemunkaran,’’ tegas Agus Suradika yang juga Guru Besar Univeritas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).