GENPOP -- Ada cerita yang menarik tentang kehidupan Islam di Pulau Maladewa atau Maldives. Penulis dan sejarawan Mesir Mahmoud Shaker, dalam bukunya Islamic History, menjelaskan bahwa Islam masuk ke Maladewa pada tahun 85 H atau abad ke-7 Masehi.
Pulau Maldives disinggahi oleh para pedagang Muslim pada masa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Namun Islam tidak menyebar di sana melalui perdagangan. Pengaruh para saudagar itu biasa saja.
Justru sosok yang berpengaruh besar menyebarkan Islam ke Pulau Maldives yang indah sedemikian rupa itu adalah seorang musafir Muslim asal Maroko bernama Abu Barakat Al-Barbari.
Namun, pengetahuan tentang sejarah masuknya Islam ke Pulau Maldives bukan disampaikan oleh Abu Barakat Al-Barbari, melainkan oleh Ibnu Batutah yang juga orang Maroko.
Diceritakan, Ibnu Batutah melakukan perjalanan ke seluruh negeri di Timur, dimulai dari kota kelahirannya Tangier di Maroko hingga mencapai India yang saat itu berada di bawah komando Sultan Muslim Muhammad bin Tughluq Shah.
Ibnu Batutah bekerja sebagai hakim Sultan, dan tinggal di India selama beberapa tahun. Namun ia merasa khawatir karena Sultan selalu plin-plan dan cepat marah. Dia pun takut akan terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya jika ia tetap mengabdi.
Pada tahun 1341 M, Sultan memilih Ibnu Batutah sebagai utusannya untuk Sultan Mongol di Tiongkok.
Saat itulah, Ibnu Batutah memulai perjalanan untuk melepaskan diri dari ketakutannya terhadap Sultan. Namun selama perjalanan ini dia malah dirampok. Semua miliknya diambil. Para perampok hanya menyisakan celana untuk Ibnu Batutah.
Belakangan, Ibnu Batutah memutuskan untuk melakukan perjalanan ke selatan Samudera Hindia, dan tiba di Maladewa.
Dia menceritakan tentang kisah masuknya Islam ke Pulau Maldives yang memang terkenal dengan keindahan pantainya.
Ibnu Batutah tinggal di Pulau Maldives selama satu tahun sebelum menyelesaikan perjalanannya ke Tiongkok.
Suatu hari, ketika Ibnu Batutah berada di Maladewa, dia melihat orang-orang Pulau itu seperti sedang menggelar sebuah festival.
Banyak orang berkumpul menuju pantai sambil meneriakkan kalimat takbir berkali-kali. Anak-anak membawa mushaf Alquran di kepala mereka, dan para wanita memukul-mukul peralatan tembaga seperti gong.
Ibnu Batutah kaget bukan main. Kok orang-orang itu mengucapkan takbir? Apakah orang-orang Pulau Maldives itu Muslim?
Lantas Ibnu Batutah bertanya kepada warga. Lalu warga ini meminta Ibnu Batutah untuk melihat ke arah laut. Terlihatlah sesuatu seperti perahu besar. Orang-orang Maldives berkata kepada Ibnu Batutah:
"Itu adalah jin ifrit, yang biasa muncul sebulan sekali. Jika kami melakukan seperti yang engkau lihat ini (bertakbir, membawa mushaf Alquran dan memukul gong), niscaya dia (jin ifrit) akan meninggalkan kami dan tidak akan menyakiti kami."
Ibnu Batutah semakin penasaran. Apa yang menyebabkan orang-orang Maldives mengucapkan takbir dan melakukan hal lain untuk mengusir jin ifrit yang datang dari laut?
Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Ibnu Batutah menemui orang-orang tsiqoh atau yang dapat dipercaya, untuk meminta penjelasan ihwal apa yang dilihatnya saat di Pulau Maldives.
Ibnu Batutah pergi menemui beberapa fuqaha dan hakim, untuk bertanya kepada mereka. Mereka memberi jawaban dengan kisah berikut ini.
Diceritakan, penduduk di Pulau Maldives pada zaman dahulu meyakini bahwa ada jin ifrit yang datang dari laut untuk mendatangi mereka, di waktu-waktu tertentu setiap bulannya.
Ketika jin ifrit itu muncul, para warga setempat kemudian mengambil salah satu gadis perawan, mendandani gadis tersebut, lalu menempatkannya di sebuah rumah berhala di pantai. Setelah itu, gadis perawan tersebut ditinggalkan begitu saja pada satu malam.
Pada besok paginya, gadis itu sudah ditemukan meninggal. Karena itu, warga di pulau tersebut terbiasa bersiap-siap untuk menyerahkan salah seorang gadis perawan.
Mereka melakukan pengundian setiap bulan. Siapapun yang namanya muncul setelah diundi, maka harus menyerahkan putri perawannya kepada si jin ifrit.
Setelah bertahun-tahun, datanglah musafir Muslim bernama Abu Barakat Al Barbari ke Pulau Maladewa. Sang musafir melihat keadaan tersebut, di mana warga harus menyerahkan tumbal gadis perawan kepada jin ifrit.
Al Barbari tinggal di rumah seorang wanita tua di salah satu pulau di Maladewa. Suatu kali, dia melihat wanita tua itu sedang bersama kerabatnya, dan mereka menangis tersedu-sedu.
Setelah ditanya mengapa menangis, ternyata gadis perawan yang akan menjadi korban jin ifrit kali ini jatuh pada putri semata wayang wanita tua itu.
Di situlah Abu Barakat Al Barbari memutuskan untuk menyelamatkan sang gadis. Dia menggantikan gadis perawan itu dan masuk ke dalam rumah berhala. Selama di dalam, Al Barbari membaca Alquran.
Ketika jin ifrit muncul di hadapannya dan mendengar ayat suci Alquran, si jin ifrit langsung kembali ke laut.
Besok paginya, wanita tua dan kerabatnya itu melihat Abu Barakat Al Barbari masih hidup tanpa terlihat ada yang menyentuhnya. Setelah itu Al Barbari menghadap seorang raja bernama Shunuraza setelah mendengar apa yang dilakukan oleh sang pengembara Muslim itu.
Al Barbari pun mengajak raja masuk Islam. Lalu si raja memintanya untuk tetap di pulau sampai sebulan ke depan. Jika Al Barbari melakukan hal yang sama dengan jin ifrit itu, maka sang raja akan masuk Islam.
Sampai akhirnya, sang raja dan keluarganya masuk Islam. Lalu giliran penduduk di pulau itu yang masuk Islam dan mereka hidup sesuai mazhab Imam Malik. Di pulau tersebut dibangun masjid bernama Abu Barakat.