REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu adab serta kewajiban bagi sesama Muslim dengan Muslim lainnya adalah menyolatkan jenazah yang telah meninggal. Namun, bolehkah sholat jenazah dilakukan di kuburan bila terlambati menyolatkannya di masjid?
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, para ulama ahli fikih berbeda pendapat tentang sholat di kuburan bagi orang yang terlambat menyolatkan jenazah. Kata Imam Malik, ia tidak boleh sholat di kuburan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, yang boleh sholat di kuburan hanya walinya saja jika ia terlambat menyolatkannya.
Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Abu Dawud serta beberapa ulama memperbolehkannya. Ulama-ulama yang sepakat memperbolehkan sholat di kuburan mensyaratkan mayat baru saja dikubur. Jadi, belum sampai terlalu lama.
Mereka berbeda pendapat tentang batas waktunya. Namun, yang jelas maksimal satu bulan setelah penguburan. Perbedaan pendapat tadi muncul disebabkan oleh adanya pertentangan antara amal dan hadits tentang hal itu.
Yang menyangkut soal praktik atau amal, Ibnu Al Qasim mengatakan, “Aku bertanya kepada Imam Malik tentang hadits yang menerangkan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah mensholati jenazah seorang wanita di kuburnya.” Imam Malik menjawab, “Haditsnya memang ada, tetapi para sahabat tidak mengamalkannya. Padahal hadits tersebut sudah disepakati shahih.”
Kata Imam Ahmad bin Hanbal, ada enam riwayat hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah sholat di atas kubur. Bahkan ada sebagian ulama ahli hadits yang menambahkan tiga riwayat lagi, sehingga jumlah menjadi sembilan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah sholat jenazah di atas kubur. Imam Malik meriwyaatkan sebuah hadits yang bersumber dari Abu Umamah tentang hal yang sama.
Ibnu Wahab juga meriwayatkan sebuah hadits dari Imam Malik seperti Imam Syafii. Dan Imam Abu Hanifah, seperti kebiasaannya, menolak menerima hadits ahad jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka. Karena dikhawatirkan hadits tersebut sudah dinasakh. Dan kata Al Qadhi, sebuah hadits bisa dijadikan sebagai dalil jika para sahabat mengamalkannya.