REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sayap militer kelompok perlawanan Palestina, Hamas, Brigade Al-Qassam mengonfirmasi bahwa empat pemimpinnya telah syahid sejak 7 Oktober. Salah satunya termasuk Ahmed Al-Ghandour, anggota Dewan Militer dan komandan Brigade Utara.
“Brigade Al-Qassam berduka atas sekelompok pemimpin heroiknya, yaitu Komandan Ahmed Al-Ghandour, yang dikenal sebagai Abu Anas, anggota Dewan Militer, komandan Brigade Utara, dan para pemimpin: Wael Rajab, Raafat Salman, dan Ayman Siam,” kata pernyataan Brigade Al-Qassam, dilansir Middle East Monitor, Ahad (26/11/2023).
Brigade Al-Qassam tidak memberikan informasi apapun mengenai tanggal kematian mereka. Brigade tersebut juga menyatakan komitmen mereka terhadap jalur kebebasan.
Dalam pernyataan terpisah, tentara Israel sebelumnya mengumumkan bahwa mereka telah membunuh para pemimpin Hamas dalam serangan udara di Gaza. Namun, sebagian besar serangan Israel mengakibatkan banyak korban sipil serta kerusakan infrastruktur besar-besaran.
Jeda kemanusiaan selama empat hari, yang dimediasi oleh Qatar, mulai berlaku pada Jumat (24/11/2023). Jeda ini menghentikan sementara serangan Israel di Jalur Gaza.
Dalam dua hari pertama jeda kemanusiaan, Israel dan Hamas menukar 41 warga Israel dan warga asing dengan 78 warga Palestina di penjara-penjara Israel. Berdasarkan perjanjian tersebut, para sandera dan tahanan akan dibebaskan secara bertahap selama empat hari.
Brigade Al-Qassam telah menyerahkan 13 sandera Israel dan empat warga negara asing ke Palang Merah Internasional pada Sabtu (25/11/2023) malam. Ini adalah pembebasan sandera gelombang kedua berdasarkan kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas.
Hamas sebelumnya mengkonfirmasi bahwa pembebasan sandera Israel gelombang kedua yang ditangkap dalam serangan 7 Oktober akan dilanjutkan setelah tertunda. Sebelumnya Hamas sempat menunda pertukaran tahanan gelombang kedua karena Israel dinilai tidak mematuhi kesepakatan.
Namun Hamas telah merespons secara positif mediator Mesir dan Qatar untuk memastikan kelanjutan perjanjian gencatan senjata. Hal ini dicapai setelah mereka menyampaikan janji Israel untuk menjunjung semua persyaratan perjanjian.
“Setelah penundaan, hambatan untuk pembebasan tahanan diatasi melalui kontak Qatar-Mesir dengan kedua belah pihak, dan 39 warga sipil Palestina akan dibebaskan malam ini, sementara 13 sandera Israel akan meninggalkan Gaza selain 7 orang asing,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Hamas pada Sabtu mengumumkan penghargaannya atas upaya yang dipimpin Qatar dan Mesir dalam memastikan kelanjutan perjanjian gencatan senjata. Hamas dan Israel sepakat untuk melangsungkan gencatan senjata selama empat hari mulai Jumat (24/11/2023).
Hamas mengatakan, Mesir dan Qatar telah mengkonfirmasi komitmen Israel terhadap semua syarat dan ketentuan perjanjian. Brigade Al-Qassam sebelumnya mengatakan, mereka menunda penyerahan kelompok sandera gelombang kedua sampai Israel mematuhi ketentuan perjanjian
"Masuknya bantuan kemanusiaan ke bagian utara Jalur Gaza dan kriteria seleksi untuk pembebasan tahanan adalah masalah yang dipertanyakan", kata Brigade Ezzedine al-Qassam dalam sebuah pernyataan.
Osama Hamdan, perwakilan Hamas di Lebanon, mengatakan kepada saluran televisi Al Mayadeen yang berbasis di Lebanon, penangguhan tersebut disebabkan oleh pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel terkait dengan bantuan yang memasuki Gaza), selain penembakan dan meningkatnya jumlah korban tewas. "Beberapa (pelanggaran ini) terjadi kemarin, dan terulang hari ini,” kata Hamdan.
Pihak berwenang Israel sebelumnya mengatakan, 14 sandera yang ditahan di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober akan dibebaskan pada Sabtu, bersamaan dengan pembebasan 42 tahanan Palestina. Otoritas penjara Israel mengatakan, 42 tahanan itu akan dibebaskan berdasarkan ketentuan perjanjian, yang mengamanatkan pertukaran dengan rasio tiga banding satu.
Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober. Sejak itu, serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 14.854 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita. Sementara korban tewas berdasarkan angka resmi di Israel mencapai 1.200 orang.