Senin 27 Nov 2023 10:38 WIB

Yordania Dorong Negara Arab dan Eropa Kompak Serukan Gencatan Senjata Permanen

Gencatan senjata dijadwalkan berlangsung selama empat hari.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Warga Palestina yang menjadi sandera Israel merayakan kebebasannya bersama warga yang menunggu mereka, setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023).
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Warga Palestina yang menjadi sandera Israel merayakan kebebasannya bersama warga yang menunggu mereka, setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi pada Ahad (26/11/2023) mengatakan, ia berharap pertemuan para pejabat Mediterania akan membantu menjembatani kesenjangan antara negara-negara Arab dan Eropa dalam menyerukan jeda kemanusiaan di Gaza untuk menjadi gencatan senjata permanen. Gencatan senjata antara Israel dan  Hamas berlanjut pada Ahad dengan pembebasan sandera dan tahanan Palestina untuk hari ketiga berturut-turut.

Gencatan senjata yang dimulai pada Jumat (24/11/2023) dijadwalkan berlangsung selama empat hari. Namun beberapa pihak mendesak agar gencatan senjata di Gaza diperpanjang.

Baca Juga

Safadi mengatakan, gencatan senjata masih bertahan namun diperlukan upaya lebih untuk menjangkau setidaknya 200 truk setiap hari yang membawa bantuan ke Jalur Gaza. Safadi mendorong agar jeda dalam pertempuran segera berkembang menjadi gencatan senjata permanen.

Safadi mencatat bahwa meskipun negara-negara Arab telah menuntut diakhirinya agresi Israel di Gaza, sebagian besar negara-negara Eropa belum bertindak sejauh itu. Negara-negara Eropa malah menyerukan jeda kemanusiaan ketimbang gencatan senjata permanen.

“Kita perlu menjembatani kesenjangan tersebut. Perang tidak menghasilkan apa-apa. Apa yang dicapai oleh perang ini selain membunuh orang, menghancurkan penghidupan mereka, dan menciptakan lingkungan kebencian dan dehumanisasi yang akan menentukan generasi dan akan membutuhkan waktu yang sangat, sangat lama bagi kita untuk menavigasi menuju masa depan yang kita inginkan,” kata Safadi.

Ketika ditanya tentang masa depan Gaza, Safadi mengatakan bahwa Gaza harus menjadi bagian dari rencana komprehensif untuk menyelesaikan konflik ini  selamanya. Namun Safadi menolak menjelaskan seperti apa masa depan tersebut atau pihak mana yang harus bertanggung jawab atas konflik di Gaza.

Sebaliknya, Safadi mengatakan bahwa semua manifestasi pendudukan kembali Gaza harus diakhiri. Dia menuduh Israel bertindak berdasarkan kekeliruan karena ingin mendapatkan perdamaian, dan perdamaian regional, tanpa menyelesaikan masalah Palestina.

“Akar penyebab perang adalah konflik Palestina-Israel. Kami mengalami konflik karena kami mempunyai pendudukan yang sedang dikonsolidasi oleh Israel.  Israel telah membunuh harapan perdamaian, telah membunuh prospek perdamaian," ujar Safadi.

Yordania, yang berbatasan dengan Tepi Barat merupakan rumah bagi banyak penduduk Palestina. Safadi mengatakan, Yordania tidak akan menerima kemungkinan warga Palestina meninggalkan Gaza, bahkan jika itu demi keselamatan mereka. Karena sejarah panjang pengungsian dan gagasan eksodus baru akan berdampak pada kepentingan Israel.

“Kami percaya bahwa pengungsian adalah sesuatu yang akan semakin mengosongkan Palestina dari masyarakatnya. Kami di Yordania mengatakan, ini adalah garis merah karena kami melihatnya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional kami dan kami akan melakukan apa pun untuk mencegah hal ini terjadi," kaya Safadi.

Safadi dijadwalkan menghadiri pertemuan Persatuan untuk Mediterania pada Senin (27/11/2023) yang akan menghadirkan 42 delegasi dari Eropa, Timur Tengah dan Afrika utara hingga Barcelona di Spanyol utara. Negara-negara yang hadir sebagian besar diwakili oleh menteri luar negeri mereka.

Israel tidak menghadiri pertemuan tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir pertemuan itu menjadi forum kerja sama antara Uni Eropa dan dunia Arab.  Namun pertemuan tersebut memiliki arti penting baru sejak serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, yang dibalas dengan pengeboman Israel di Jalur Gaza.

Yordania, sekutu penting Barat, menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel pada tahun 1994. Keduanya mempertahankan hubungan keamanan rahasia dan beberapa hubungan bisnis. Namun hubungan tersebut menjadi dingin karena perlakuan Israel terhadap Palestina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement