Senin 27 Nov 2023 14:52 WIB

Analis: Protes di Yogya Tanda Mahasiswa Gerah dengan Manuver Penguasa

Isu politik dinasti Jokowi dan skandal putusan MK hanya konsumsi elite.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Mahasiswa dari Aliansi Jaga Demokrasi menggelar Mimbar Demokrasi di halaman Kampus Institut Senin Indonesia (ISI) Yogyakarta, Kamis (23/11/2023).
Foto: Dok Republika
Mahasiswa dari Aliansi Jaga Demokrasi menggelar Mimbar Demokrasi di halaman Kampus Institut Senin Indonesia (ISI) Yogyakarta, Kamis (23/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aksi unjuk rasa mahasiswa meletup di sejumlah titik di Yogyakarta, Kamis (23/11/2023). Selain di kawasan Tugu Yogyakarta, aksi juga digelar di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogya. Khusus di ISI, mahasiswa dan elemen masyarakat menggelar mimbar demokrasi bertajuk 'Mahasiswa Bersama Rakyat Tolak Politik Dinasti dan Pelanggar HAM'.

Sebagian mahasiswa terlihat menutupi wajah mereka dengan topeng kertas bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang disilang merah. Pemakaian topeng tersebut dimaksudkan untuk mengkritik skandal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PPU-XXI/2023.

Analis politik dari Universitas Krisnadwipayana, Ade Reza Hariyadi, menilai, aksi protes di Yogya menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa mulai gerah dengan manuver-manuver politik penguasa yang terus-menerus menerabas batasan-batasan konstitusi.

"Ini menjadi kegelisahan anak-anak muda terdidik dan juga sebagai bentuk koreksi terhadap perilaku para elite yang memperebutkan kekuasaan ini keluar dari pakem-pakem yang ditentukan dalam konstitusi," kata Ade, Senin (27/11/2023).

Putusan MK Nomor 90 diketok Anwar Usman pada Oktober 2023, merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu. MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres asalkan pernah dipilih jadi kepala daerah.

Berkat putusan itu, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres. Saat putusan itu dirilis, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran.

Ade mengapresiasi sikap kritis kelompok mahasiswa di Yogya. Namun, ia pesimistis gelombang protes bakal membesar. Pasalnya, isu politik dinasti Jokowi dan skandal putusan MK merupakan konsumsi elite. "Isunya tidak cukup kuat mengakselerasi gerakan politik yang lebih besar, kecuali jika masalah ini berkelindan dengan masalah dengan masyarakat," ujar Ade.

Untuk menjaga napas gerakan, Ade menyarankan agar kelompok mahasiswa berkolaborasi dengan kaum buruh. Saat ini, serikat buruh sedang resah dengan aturan kenaikan upah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

PP itu dianggap tak mengakomodasi kepentingan kaum buruh. Pasalnya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang dimandatkan PP itu jauh dari ekspektasi kaum buruh, yakni kisaran lima sampai delapan persen. Serikat buruh sebelumnya ingin agar upah buruh naik sekitar 15 persen.

Dilaporkan, ribuan mahasiswa dari 35 kampus di Yogya turun ke jalan dalam aksi protes tersebut. Khusus di kawasan Tugu Yogyakarta, sebagian mahasiswa terlihat menggelar aksi unjuk rasa dengan mengenakan topeng Guy Fawkes atau topeng kelompok anonimus.

Koordinator mahasiswa dalam aksi di Tugu Yogyakarta, Ahmad Kholil menyebut penggunaan topeng anonimus merupakan simbolisasi perlawanan terhadap elite yang antidemokrasi. Selain putusan MK, Kholil memaparkan sejumlah dosa elite politik yang perlahan-lahan membunuh demokrasi, mulai pelemahan KPK hingga pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement