REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mendalami kasus Kepala Sekolah SDN Malaka Jaya 10, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, yang diduga memotong upah guru honorer menjadi Rp 300 ribu per bulan. Padahal, guru tersebut menandatangani dokumen kesepakatan pembayaran honor sebesar Rp 9 juta per bulan.
"Ini sedang dalam proses pendalaman oleh tim kami," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo saat dihubungi di Jakarta, Senin (27/11/2023).
Purwosusilo mengatakan, pihaknya sudah melakukan konfirmasi ke beberapa pihak termasuk kepala sekolah (kepsek), bendahara, pengawas sekolah, Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) Kecamatan hingga Suku Dinas (Sudin) setempat sejak Jumat (24/11). Kemudian pada hari ini, pihaknya kembali memanggil Kepala Sekolah dan jajarannya, termasuk bendahara.
"Karena ada indikasi kasus terkait jabatan kepala sekolah, maka ditindaklanjuti di bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK). Hari ini kita panggil untuk di-BAP di bidang PTK," ujar Purwosusilo.
Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta menerima aduan dari Forum Guru Pendidikan Agama Kristen (Forgupaki) bahwa sebanyak 40 guru honorer agama Kristen di sekolah negeri di Jakarta tidak mendapatkan upah layak.
Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Johnny Simanjuntak mengatakan bahwa berdasarkan aduan, para guru hanya dibayar Rp 300 ribu hingga Rp 2,5 juta yang berasal dari sumbangan dari orang tua murid.
Padahal, guru tersebut sudah mengajar selama satu hingga enam tahun. Bahkan, ada guru yang dibayar Rp 50 ribu per jam dan hanya diperbolehkan mengajar selama empat jam dalam seminggu.
Dia pun mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengevaluasi gaji guru agama berstatus honorer di sekolah negeri. Kemudian, menurut Johnny, perlu ada standarisasi dari Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta terkait upah bagi guru honorer di setiap sekolah.
Di samping itu, dia juga mendorong Disdik untuk melakukan pendataan ulang serta menyosialisasikan cara dan syarat untuk mempermudah guru honorer masuk ke dalam data pokok pendidikan (dapodik). Sebab, menurut dia, masih banyak keluhan mengenai sulitnya mendaftar ke dalam sistem tersebut.