REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo mengakui sudah menempatkan istrinya Ernie Meike Torondek di PT Artha Mega Ekadhana (ARME). Ernie bahkan disebut tak keberatan ditempatkan di perusahaan konsultan pajak tersebut.
Hal itu disampaikan Rafael saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (27/11/2023). Rafael terjerat kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pernyataan Rafael diawali pertanyaan jaksa soal kepengurusan PT ARME. Rafael menjelaskan dirinya diminta memantau perusahaan itu ketika berdiri. Rafael lantas menempatkan istrinya sebagai komisaris PT ARME.
"Ketika PT Artha Mega didirikan seperti yang saya sampaikan di awal bahwa saya diminta untuk mengawal jalannya usaha tersebut maka saya menempatkan istri saya sebagai perwakilan dari saya untuk menjadi komisaris," kata Rafael dalam sidang, Senin.
Rafael mengungkapkan penempatan istrinya di PT ARME karena dirinya berstatus ASN. Rafael merasa sebagai ASN tak bisa nyambi atau punya pekerjaan sampingan. "Saudara tidak boleh nih selaku PNS duduk (di PT ARME), makanya saudara memakai nama istri saudara kan seperti itu?" tanya JPU KPK.
"Betul," jawab Rafael.
Rafael menjelaskan tak ada diskusi antara dirinya dan sang istri soal penggunaan nama di PT ARME. Rafael merasa sang istri siap mematuhi permintaannya tanpa perlu diskusi. "Karena istri saya itu hanya menuruti apa yang saya perintahkan," ujar Rafael.
Rafael mengamati saat itu tak ada penolakan dari istrinya ketika namanya akan digunakan di PT ARME. "Saya sampaikan kalau namanya akan saya gunakan sebagai pemegang saham di PT Artha Mega," lanjut Rafael.
Selain itu, Rafael mengaku menerima gaji dari jabatan komisaris PT ARME dengan mencatut nama istrinya. "Saya memperoleh gaji yang diatasnamakan istri saya sebesar Rp 10 juta per bulan," lanjut Rafael.
Dalam dakwaan, Rafael Alun disebut memakai PT ARME guna menerima gratifikasi dari wajib pajak. Nama Rafael Alun memang tak terdaftar dalam susunan direksi perusahaan itu. Hanya saja, Rafael aktif mengatur klien dari wajib pajak yang perlu pendampingan di PT ARME.
JPU KPK mendakwa Rafael menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hingga Rp 100 miliar.
Atas perbuatannya, Rafael didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Rafael juga didakwa dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP atas kejahatan gratifikasinya.