REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Tahanan Palestina yang telah dibebaskan dari penjara-penjara Israel menceritakan perlakuan buruk yang mereka terima selama menjalani masa tahanan. Yasmine Shaaban dari Jenin adalah salah satu tahanan wanita yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel selama jeda kemanusiaan.
Shaaban mengatakan, kondisi di dalam penjara sangat sulit. Para tahanan tidak diberi makanan dan minuman. Bahkan, mereka dipukuli oleh petugas Israel hampir setiap hari.
Shaaban mengatakan, selama ditahan dia tidak bisa berkomunikasi dengan keluarganya. Para tahanan digeledah, dipukuli, diasingkan, dan disemprot dengan gas airmata.
Sejak Hamas melakukan serangan lintas batas ke Israel selatan pada 7 Oktober, Shaaban memiliki keyakinan bahwa dia dan para tahanan Palestina lainnya akan dibebaskan. Sejak itu pula, petugas Israel semakin meningkatkan kekerasan kepada para tahanan Palestina.
"Sejak hari pertama perang, kami tahu kami akan dibebaskan. Mereka (Israel) menindas kami, memukuli kami, mengucilkan kami, namun kami tahu kami akan pulang," ujar Shaaban, dikutip Resistance News Network.
Sementara itu, seorang remaja Palestina, Yazan Bani Jaber menceritakan penderitaannya selama menekam dalam penjara Israel sebelum dibebaskan. Yazan mengatakan, dia diinterogasi terlebih dahulu sebelum dibebaskan.
"Mereka memberi tahu kami bahwa kami akan dipindahkan, bukan dibebaskan. Administrasi penjara menangani kami dengan cara yang penuh dendam,"ujar Yazan.
Yazan menghargai upaya Hamas dan sayap militernya, Brigade al-Qassam yang berupaya untuk membebaskan tahanan Palestina. Dia mengatakan, darah para syuhada pejuang Palestina sangat berarti bagi para tahanan.
Tahanan perempuan Palestina lainnya yang dibebaskan yaitu Itaf Jeradat mengatakan, situasi di penjara Israel sangat buruk. Petugas penjara Israel menempatkan Jeradat ke dalam ruang isolasi selama tiga hari dan menjadi sasaran pemukulan.
"Saya menjadi sasaran pemukulan meskipun saya memiliki kondisi medis, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung," ujar Jeradat.
Kekerasan fisik juga dialami oleh Mohammed Nazzal yang berusia 17 tahun. Nazzal yang berasal dari Qabatiya, Jenin turun dari bus dengan lengan yang terbalut perban setelah dia dibebaskan dari penjara Naqab. Senyuman ibu Nazzal berubah menjadi air mata saat melihat kondisi anaknya.
Nazzal mengatakan, penjaga penjara Israel mematahkan lengannya seminggu yang lalu dan memukul punggungnya. Nazzal menambahkan bahwa teman satu selnya meninggal dunia akibat kekerasan oleh petugas penjara Israel.
"Seseorang di kamar kami meninggal. Mereka mematahkan lengan saya, jari-jari saya. Mereka memukul punggung saya," ujar Nazzal.
Setelah dipukuli, Nazzal tidak menerima perawatan medis di penjara Israel. Perban dan penyangga tangan yang digunakannya diberikan oleh Palang Merah Internasional ketika dia dibebaskan. Nazzal harus menahan sakit selama seminggu di dalam tahanan.
"Mereka (Israel) tidak menawarkan perawatan medis apapun kepada saya. Palang Merah memberi saya penyangga ini, bukan layanan penjara (Israel). Saya menghabiskan waktu selama seminggu tanpa perawatan," kata Nazzal.
"Penjara gurun Naqab sangat sulit. Kondisi para tahanan seperti kematian. Saya masih muda, saya bisa mengatasinya. Tahanan lanjut usia tidak bisa," ujar Nazzal menambahkan.