Selasa 28 Nov 2023 16:06 WIB

Mulai 2030, ADRO Target Bisnis Non-Batu Bara Termal Sumbang 50 Persen Pendapatan

Smelter akan naik kapasitasnya menjadi satu juta ton per tahun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Komisaris PT Adaro Energy Indonesia Tbk (Adaro) Arini Saraswaty Subianto (tengah) didampingi Direktur Julius Aslan, Direktur Chia Ah Hoo, Wakil Presiden Direktur Christian Ariano Rachmat, Presiden Direktur Garibaldi Thohir, Direktur Michael William P Soeryadjaya, Chief Financial Officer Lie Luckman (dari kiri ke kanan) berbincang usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Adaro di Jakarta, Rabu (27/4/2022). RUPST tersebut menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan dan laporan keuangan konsolidasi perseroan tahun 2021, di mana Perseroan membukukan pendapatan bersih 3,993 miliar dolar AS dengan EBITDA operasional 2,1 miliar dolar AS, sementara capaian produksi tahun lalu sebesar 52,70 juta ton dan tahun ini menargetkan produksi sebesar 58-60 juta ton. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisaris PT Adaro Energy Indonesia Tbk (Adaro) Arini Saraswaty Subianto (tengah) didampingi Direktur Julius Aslan, Direktur Chia Ah Hoo, Wakil Presiden Direktur Christian Ariano Rachmat, Presiden Direktur Garibaldi Thohir, Direktur Michael William P Soeryadjaya, Chief Financial Officer Lie Luckman (dari kiri ke kanan) berbincang usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Adaro di Jakarta, Rabu (27/4/2022). RUPST tersebut menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan dan laporan keuangan konsolidasi perseroan tahun 2021, di mana Perseroan membukukan pendapatan bersih 3,993 miliar dolar AS dengan EBITDA operasional 2,1 miliar dolar AS, sementara capaian produksi tahun lalu sebesar 52,70 juta ton dan tahun ini menargetkan produksi sebesar 58-60 juta ton. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energy Indoensia, Tbk, menargetkan bisnis non batu bara termal akan terus meningkat dan mampu menyumbang sedikitnya 50 persen pendapatan perseroan. Upaya itu sejalan dengan upaya transformasi perusahaan untuk pengembangan ekonomi hijau di Tanah Air.

Chief Financial Officer, Lie Luckman, mengatakan, salah satu bisnis pertambangan ke depan yang akan terus ditingkatkan yakni cooking coal atau batu bara metalurgi sebagai bahan baku produksi baja.

Baca Juga

“kita berharap cooking coal bisa meningkat terus pertumbuhannya. Target 2025 bisa mencapai enam juta ton,” kata Luckman dalam konferensi pers Public Expose Live 2023, Selasa (28/11/2023).

Luckman mengatakan, sejauh ini harga batu bara metalurgi juga lebih tinggi lantaran produksi di dunia yang belum banyak. Sepanjang kuartal I III 2023, total penjualan batu bara metalurgi sudah mencapai 3,01 juta ton atau naik 38 persen dari periode sama tahun lalu.

Ditargetkan penjualan batu bara metalurgi tahun ini akan mencapai level 3,8 juta ton hingga 4,3 juta ton.

“Harga akhir-akhir ini memang berfluktuasi, tapi indeks harga batu bara melebihi 300 dolar AS per ton. Suplai batu bara metalurgi di Australia juga belum terlalu kuat sehingga permintaan ini membuat harga batu bara metalurgi sangat baik,” ujarnya menambahkan.

Selain batu bara metalurgi, Adaro Group juga telah memulai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW dengan perkiraan nilai investasi sekitar 2,6 miliar dolar AS. Proyek tersebut ditargetkan rampung pada 2030 mendatang.

PLTA Mentarang Induk ini nantinya akan menjadi pemasok energi terbarukan yang terjangkau, andal, dan berkelanjutan untuk kawasan industri di Kalimantan Utara.

Adaro Group melalui PT Adaro Minerals Indonesia, Tbk (ADMR) juga telah memulai proyek pembangunan smelter alumunium di Kaltara yang ditargetkan mulai beroprasi komersial pada akhir 2025 untuk tahap satu dengan kapasitas produksi 500 ribu ton.

Selanjutnya, ia mengatakan, pada tahap dua nanti, smelter akan naik kapasitasnya menjadi satu juta ton per tahun dan di tahap ketiga menjadi total 1,5 juta ton per tahun. Operasional smelter alumunium tersebut nantinya akan mendapat dukungan energi listrik dari pembangkit listrik tenaga air yang juga tengah dibangun.

“Ini akan memberikan kontribusi yang sangat besar. Kita juga masih mencari peluang-peluang untuk mineral lain,” kata Luckman.

Lebih lanjut, Luckman juga menjawab pertanyaan soal kemungkinan ADRO mengurangi bisnis penjualan batu bara termal tahun depan. Menurut dia, seluruh peluang akan dikaji dengan sangat baik. ADRO menginginkan agar tambang batu bara dikelola secara tepat sehingga produksi dilakukan secara seimbang meskipun dalam kondisi harga tinggi.

“Kita memproduksi batu bara tidak berlebihan, tidak terlalu kecil. Itu sejalan rencana penambangan kita,” ujarnya.

Ia pun memahami adanya tekanan terhadap penurunan gas emisi dari pembangkit listrik batu bara yang harus dikurangi dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, ADRO secara perlahan melakukan transformasi bisnis dari semula 100 persen bisnis batu bara termal dialihkan ke bisnis-bisnis lain yang berkelanjutan. Langkah itu juga sesuai dengan pilar Adaro Green untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau di Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement