REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengungkapkan, aksi boikot produk pro Israel yang dilakukan masyarakat Indonesia telah berdampak ke sektor ritel dan restoran. Terjadi penurunan penjualan hingga 40 persen.
"Sudah ada angka penurunan. Ada yang 10 persen, 20 persen, dan 40 persen," ujar Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah kepada Republika, Senin (27/11/2023).
Meski begitu, kata dia, kini perlahan penjualan sejumlah sektor tersebut mulai kembali naik secara perlahan. Kenaikan itu terjadi setelah adanya informasi kalau pemboikotan merugikan ekonomi dalam negeri.
Sejak awal November, ia telah menyatakan, apa pun informasi dari media sosial pasti memberikan dampak ke sektor ekonomi.
"Yang kami khawatirkan dampaknya ke barang-barang made in Indonesia dan brand-brand yang memang sudah memenuhi dan menaati peraturan, kalau terganggu kan akan ganggu ekonomi Indonesia," tuturnya.
Budi menjelaskan, meski beberapa merek dari luar negeri tapi pabriknya ada di Indonesia. Contohnya, kata dia, Kentucky Fried Chicken (KFC), walau itu merek ayam dari luar negeri, namun pegawainya dari Indonesia, ayamnya pun dihasilkan dari Tanah Air.
"Kalau diboikot kan berarti boikot petani kita. Intinya bukan soal merek, tapi dalam hal ini ekonomi kita akan terganggu dengan adanya boikot yang tidak tepat sasaran," tegas dia.
Budi melanjutkan, Hippindo sebagai asosiasi sudah membantu anggota untuk menerangkan posisi dari para anggota yang sudah memenuhi aturan. Menurutnya, jika aksi boikot terus dilakukan tidak menutup kemungkinan adanya pengurangan karyawan atau PHK.
"Suatu bisnis yang turun terus dan lama pulih, maka langkah utama mengurangi biaya produksi dan karyawan. Karyawannya dibuat shifting, misal masuk dua hari sekali," jelas Budi.
Dirinya berharap itu tidak terjadi. Apalagi, sambung dia, sektor ini baru selesai menghadapi tantangan Covid-19.