REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kementerian Keamanan Nasional Israel akan menerima tambahan anggaran senilai 1,8 miliar shekel (500 juta dolar AS) untuk peralatan polisi, tim tanggap sipil, layanan penjara, dan petugas pemadam kebakaran. Menurut Times of Israel, kabinet menyetujui peningkatan ini sebagai komponen dari realokasi anggaran sebesar 30 miliar shekel (8,1 miliar dolar AS) untuk upaya terkait perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Namun, perubahan tersebut masih memerlukan persetujuan akhir dari Knesset. Peralatan tersebut akan terdiri dari berbagai item, termasuk senjata api, rompi antipeluru, helm, kendaraan lapis baja, kamera keamanan dan sistem teknologi yang tidak ditentukan untuk digunakan oleh polisi.
“Polisi Israel, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, dan Dinas Penjara Israel berjuang dengan gagah berani, melindungi kami dengan tubuh mereka, dan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan warga Israel,” kata Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, dilaporkan Middle East Monitor, Selasa (28/11/2023).
“Penambahan anggaran merupakan kebutuhan mendasar dan penting bagi mereka dan bagi ratusan tim tanggap darurat yang bergabung dengan polisi selama perang," ujar Ben-Gvir menambahkan.
Sebelumnya Ben-Gvir mengatakan, puluhan ribu izin kepemilikan senjata api telah diberikan kepada warga Israel. Ia mengeklaim hal itu dilakukan untuk melindungi warga Israel dari serangan.
Ekstremis sayap kanan tersebut mencatat pembukaan ratusan kelas baru di seluruh negeri untuk mengajari warga Israel cara membawa dan menggunakan senjata api. Terlebih, pemerintah telah menambah puluhan staf di Divisi Senjata Api.
Ben-Gvir dalam beberapa pekan terakhir telah mengunggah gambar dan video dirinya mendistribusikan senjata kepada warga Israel di utara dan selatan negara pendudukan serta di wilayah pendudukan Tepi Barat. Warga Palestina khawatir bahwa kebijakan Israel yang mempersenjatai warganya mungkin menjadi dalih untuk melakukan pembunuhan dengan alasan mencegah serangan.
Tentara Israel telah menyerbu desa-desa dan kota-kota di Tepi Barat setiap hari, disertai dengan konfrontasi, penangkapan, penembakan dan penggunaan gas air mata terhadap warga Palestina, bersamaan dengan perang di Gaza. Konfrontasi ini telah meningkat sejak dimulainya serangan dahsyat yang dilancarkan tentara Israel di Jalur Gaza pada 7 Oktober.
Ben-Gvir mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika serangan di Jalur Gaza tidak dilanjutkan setelah gencatan senjata berakhir. Ben-Gvir menyampaikan pernyataan tersebut saat wawancara dengan Channel 14 beberapa jam sebelum kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas mulai disepakati mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika serangan di Jalur Gaza tidak dilanjutkan setelah gencatan senjata berakhir.
Ben-Gvir menyampaikan pernyataan tersebut saat wawancara dengan Channel 14 beberapa jam sebelum kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas mulai disepakati.
“Kami mendengar perdana menteri mengatakan dengan terus terang, bahwa pertempuran akan dilanjutkan. Namun, jika perang berhenti, kami tidak akan melakukan apa pun di pemerintahan," ujar Ben-Gvir, dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (23/11/2023).
Ben-Gvir dan dua menteri lain dari partainya menentang perjanjian pertukaran tahanan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji untuk melanjutkan serangan terhadap Gaza sampai Israel mencapai kemenangan penuh dan melenyapkan Hamas
"Kami akan terus berperang hingga mencapai kemenangan penuh, membebaskan tawanan kita dan memastikan bahwa Hamas tidak akan menjadi ancaman terhadap Israel," kata Netanyahu.
Ben-Gvir menyebut gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas sebagai preseden berbahaya yang mengulangi kesalahan masa lalu. Dia menekankan pentingnya mempertahankan tekanan militer terhadap Hamas untuk mencapai kesepakatan penyanderaan komprehensif Israel.
"Kami mempunyai kewajiban moral untuk memulangkan semua orang, dan kami tidak mempunyai hak atau izin untuk menyetujui gagasan memisahkan mereka dan hanya memulangkan sebagian," ujar Ben-Gvir.