Rabu 29 Nov 2023 15:56 WIB

Mengapa Uji Coba Pelepasan Nyamuk Ber-Wolbachia Jadi Perdebatan?

Bakteri Wolbachia secara alami terdapat di ngengat, lalat, capung, dan kupu-kupu.

Nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit DBD( (ilustrasi). Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia menjadi strategi baru untuk mengatasi penularan kasus demam berdarah dengue di Indonesia.
Foto: www.freepik.com
Nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit DBD( (ilustrasi). Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia menjadi strategi baru untuk mengatasi penularan kasus demam berdarah dengue di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini menjelaskan penelitian inovasi nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia di Indonesia dilakukan sebanyak empat fase. Penelitian menggunakan pendekatan berjangka panjang dalam kurun 2011--2023.

"Penelitiannya kami lakukan secara bertahap dan tahapan ini menunjukkan kehati-hatian dalam melakukan teknologi ini dan berjangka panjang," kata peneliti sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM Prof Adi Utarini dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa (28/11/2023).

Baca Juga

Profesor Utari mengatakan, fase pertama meliputi aspek keamanan dan kelayakan. Ini dilakukan dengan cara membangun laboratorium untuk meneliti Aedes Aegypti yang sudah mengandung bakteri Wolbachia di dalam selnya kemudian dikawinsilangkan dengan nyamuk di Yogyakarta.

Pada tahap kedua, peneliti memulai pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di masyarakat. Ini dilakukan dalam skala terbatas di wilayah dusun, yakni Sleman dan dua dusun di Bantul, untuk memperoleh kelaikan etik.

"Karena ini penelitian, kami harus memperoleh kelaikan etik dan kami berkewajiban mampu mendeteksi suspek dengue di masyarakat," kata Prof Utari yang biasa disapa Uut.

Fase ketiga, lanjut Uut, merupakan tahapan yang paling penting. Ini merupakan fase untuk memberi pembuktian seberapa banyak nyamuk ber-Wolbachia bisa menurunkan kasus dengue.

"Kami sadari ini membutuhkan kehati-hatian lebih tinggi karena menyangkut skala lebih luas," katanya.

Pada fase yang berlangsung pada 2016 tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melibatkan 24 pakar independen dari berbagai bidang keilmuan. Peneliti yang dimaksud di antaranya Prof Ir Damayanti Buchori, MSc, PhD selaku Ketua tim inti dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof dr Hari Kusnanto Joseph, SU, DrPH dari Fakultas Kedokteran UGM.

Prof drh Upik Kesumawati Hadi, MS dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof Dr dr Aryati, SpPK(K) dari Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Prof dr Irawan Yusuf, MSc, PhD, dari Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, dan Teguh Triono, PhD dari Lembaga Keanekaragaman Hayati (Kehati). Hasilnya, seluruh potensi risiko jangka panjang dari inovasi nyamuk ber-Wolbachia dapat diabaikan. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement