REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerhati Cagar Budaya Kota Malang, Tjahjana Indra Kusuma menyoroti program renovasi jam kota atau stadsklok di kawasan Kayutangan Heritage, Kota Malang. Hal ini disoroti mengingat pagar melingkar di area jam tersebut terlihat dihilangkan.
Tjahjana mengatakan, renovasi terhadap objek yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya (CB) tentu harus mematuhi kaidah-kaidah perlakuan terhadap objek. "Ada banyak regulasi yang mengaturnya," kata Tjahjana saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (29/11/2023).
Menurut dia, konteks 'renovasi' harus berkaitan ketat dengan keaslian atau otentisitas suatu obyek CB dalam proses konservasi. Kesamaan bahan, spesifikasi materi pembuat, warna, dan komponen kandungan bahan harus melalui kajian dan penelitian terlebih dahulu. Langkah ini semata-mata guna menjaga keasliannya dan diperlakukan yang sama pada objek.
Renovasi untuk struktur cagar budaya adalah berkonteks perawatan, pemeliharaan dan pelestarian sebenarnya diperbolehkan. Namun harus dengan pengawasan dan pendokumentasian dalam proses renovasinya. Langkah ini perlu dilakukan apabila dilakukan hal-hal lain di luar kaidah pelestarian.
Hal yang pasti, kata dia, penggantian dan perbaikan sebaiknya didampingi dan dikonsultasikan pada tenaga ahli pelestarian. "Dan juga harus mendapat rekomendasi dari ahli cagar budaya," ucapnya.
Tjahjana berharap jam kota yang termasuk cagar budaya tersebut tetap abadi dengan segala elemennya. Renovasi dapat dilakukan dengan memperhatikan kaidah pelestarian yang sesuai kaidah cagar budaya. Sebab, jam kota tersebut telah menjadi memori kolektif warga, landmark kota, bahkan jati diri kota Malang.
Menurut dia, akan sangat ironis apabila perlakuan atas nama pembenahan kawasan justru mengaburkan keasliannya. Terlebih lagi, jam tersebut sebelum pembenahan telah melewati era kolonial, pendudukan Jepang, konflik agresi militer dan banyak sejarah kota lainnya. Ironis apabila kesejarahan tersebut diubah keasliannya atas nama pembenahan kawasan.
Berdasarkan catatan sejarah, jam kota atau stadsklok termasuk salah satu landmark kota yang sekaligus menjadi jati diri kota Malang dari bagian utara dan barat kota (pelintas dari Pasuruan dan Surabaya di utara dan Kediri dan Batu dari arah barat). Jam kota ini juga laksana tugu selamat datang di batas kota bagi pelancong yang hendak ke Malang sebelum masuk koridor jalan pos utama (grootepostweg) di Kayutangan menuju pusat kota di sekitar Alun-Alun Malang.
Di masanya, ketepatan dan patokan waktu adalah penting bagi warga yang hendak beraktivitas. Warga saat itu hanya bergantung pada bunyi lonceng-lonceng gereja atau suara adzan di surau dan masjid.
Adapun jam kota ini didesain oleh arsitek lokal bernama Van Os. Pembangunan ini bersamaan selanggam dengan Balai Kota Malang yang dibangun pada 1926 dan mulai digunakan pada tahun berikutnya. "Berpenggerak listrik karena daya listrik saat itu mulai stabil dan melimpah, sehingga minim sekali penggiliran listrik," jelasnya.
Jam kota juga dilengkapi petunjuk arah (afstandwijzer) dengan penambahan kolom pariwara/iklan yang dapat menyala di kolom badannya. Menurut dia, retribusi iklan tersebut pada masanya digunakan sebagai penutup biaya listriknya.