Rabu 29 Nov 2023 21:30 WIB

Lebanon Minta Lebih Banyak Pasokan Bantuan Internasional Antisipasi Konflik dengan Israel

Bentrokan antara Israel dan Hizbullah di perbatasan Lebanon terus meningkat.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Pagar perbatasan keamanan militer Israel terlihat rusak setelah serangan roket Hizbullah, di bukit yang diduduki desa Kfar Chouba, Lebanon tenggara, Ahad, (8/10/2023).
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Pagar perbatasan keamanan militer Israel terlihat rusak setelah serangan roket Hizbullah, di bukit yang diduduki desa Kfar Chouba, Lebanon tenggara, Ahad, (8/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT --- Kementerian Kesehatan Lebanon meminta bantuan kepada komunitas internasional untuk mendapatkan lebih banyak pasokan bantuan dalam negerinya. Hal ini guna mempersiapkan diri menghadapi potensi eskalasi lebih lanjut di perbatasannya karena bentrokan antara Israel dan Hizbullah telah memasuki pekan ketujuh.

Pertempuran di perbatasan Lebanon dimulai setelah Hizbullah meluncurkan roket ke Israel, setelah serangan mendadak yang dipimpin Hamas di perbatasan Gaza pada 7 Oktober, peristiwa itu menewaskan 1.200 warga Israel.

Baca Juga

Sementara itu, serangan balasan Israel telah menewaskan sekitar 15.000 warga Palestina, di mana sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, dalam pengeboman dan invasi darat ke Gaza.

Pertempuran di perbatasan Lebanon terus meningkat, menyebabkan lebih dari 55.000 orang mengungsi hingga saat ini. Pemerintah Lebanon telah membuat rencana darurat untuk menangani mereka yang telah mengungsi dan potensi perang berskala besar di perbatasan ini. Di mana saat ini setidaknya lebih dari satu juta warga Lebanon ke arah utara dan membanjiri rumah sakit di selatan.

Namun, setelah empat tahun mengalami krisis ekonomi yang menghantam, negara Lebanon sangat membutuhkan pasokan medis dan pasokan lainnya. "Persediaan, persediaan, ditambah persediaan. Kami masih memiliki banyak obat yang hilang di Lebanon... Kami tidak memiliki cukup uang untuk semuanya," kata Wahida Ghalayini, Manajer Pusat Operasi Darurat Kesehatan Masyarakat, kepada The New Arab.

Ghalyini mengatakan bahwa rumah sakit-rumah sakit di Lebanon selatan kekurangan obat-obatan untuk membantu pasien-pasien yang menderita penyakit kronis, serta perlengkapan dasar seperti jarum suntik, masker dan mesin dialisis.

Juga tidak ada unit luka bakar di Lebanon selatan, sebuah isu yang diangkat oleh para pejabat terutama setelah Israel menggunakan amunisi Fosfor Putih di daerah perbatasan, sebuah senjata yang dapat menyebabkan luka bakar yang fatal.

Untuk memperkirakan potensi jumlah korban luka-luka, pemerintah telah melipatgandakan jumlah korban dalam perang Lebanon dengan Israel pada tahun 2006 dengan tiga kali lipat - yang akan membuat rumah sakit setempat harus menangani hingga 12.000 pasien.

Sektor medis di negara ini berada dalam kondisi yang lebih buruk dibandingkan tahun 2006, dan kurangnya pasokan medis diperparah dengan hilangnya staf medis yang berpengalaman karena lebih banyak dokter senior yang pindah ke luar negeri untuk mencari gaji yang lebih baik.

LSM seperti Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan PBB telah membantu melakukan pelatihan untuk tenaga medis di selatan, mengadakan lokakarya untuk peristiwa korban massal dan perawatan korban Fosfor Putih.

UNICEF - Badan PBB untuk anak-anak - telah menghabiskan 1,4 juta dolar AS untuk membawa pasokan perawatan kesehatan darurat jika bandara dibom, seperti yang terjadi pada tahun 2006.

Badan PBB tersebut juga telah bekerja untuk melengkapi Pusat Kesehatan Primer di bagian selatan sehingga mereka dapat terus bekerja di tengah-tengah perang.

"Ini adalah operasi yang mahal dan menantang untuk dipersiapkan dan ditanggapi... terutama pada hal-hal seperti air dan bahan bakar. Kita tahu pada tahun 2006, tangki-tangki bahan bakar menjadi sasaran, sehingga sangat sulit bagi kami untuk menempatkan bahan bakar di seluruh negeri," ujar Ettie Higgins, Wakil Perwakilan UNICEF Lebanon, kepada TNA.

Sebagian besar Pusat Kesehatan Primer di bagian selatan Lebanon bergantung pada campuran generator tenaga bahan bakar dan panel surya, karena jaringan listrik Lebanon menyediakan pasokan listrik yang tidak konsisten.

Jumlah pengungsi internal di Lebanon telah meningkat dari minggu ke minggu seiring dengan meningkatnya pertempuran dan jatuhnya roket-roket di wilayah Lebanon.

Meskipun kini telah terjadi jeda singkat dalam pertempuran sesuai dengan gencatan senjata Israel-Hamas yang ditandatangani pada tanggal 24 November. Namun bentrokan di perbatasan dapat kembali terjadi ketika konflik di Gaza dimulai lagi.

Sebagian besar pengungsi di Lebanon tidak tinggal di tempat penampungan pengungsian, melainkan bersama keluarga atau menyewa apartemen di berbagai kota. Kemampuan finansial para pengungsi dan tuan rumah mereka terbatas, terutama karena tiga dari setiap empat orang Lebanon hidup dalam kemiskinan, menurut PBB.

Untuk itu, PBB berusaha untuk menerapkan program bantuan tunai seperti program Cash for Work, kata Higgins, seraya menambahkan bahwa para pengungsi telah mulai dilatih untuk membantu membuat perlengkapan pakaian musim dingin.

UNICEF mengatakan bahwa mereka membutuhkan tambahan dana sebesar 39 juta dolar AS untuk persiapan darurat menghadapi perang berskala besar. UNICEF telah meminjam 4,9 juta dolar AS untuk memenuhi kebutuhan tambahan akibat bentrokan di perbatasan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement