REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto, menilai, wajar saja jika calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka sering absen di forum adu gagasan yang digelar berbagai institusi pendidikan dan lembaga riset. Dia menduga, Gibran oleh tim sukses masih 'dilarang' tampil di debat publik.
"Selain itu, dilihat dari kemampuan debat, memang dia tidak memiliki cukup banyak pengalaman. Tampaknya dia punya keterbatasan tentang itu sehingga dikhawatirkan oleh tim suksesnya kalau dia muncul ke permukaan dan menyampaikan sesuatu yang berisiko menurunkan kredibilitas," kata Agus kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Pasangan Prabowo-Gibran memang paling sering absen menghadiri debat.
Dari 17 forum dialog dan adu gagasan yang diadakan lembaga, ormas, atau kampus, pasangan nomor urut 2 tercatat tidak datang hingga 10 kali. Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar sama-sama hanya absen sekali.
Di berbagai forum, Prabowo kerap tampil sendirian. Teranyar, Prabowo hadir sendirian dalam dialog publik bertajuk 'Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa' yang digelar di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), Jawa Timur, Jumat (24/11/2023).
Menurut Agus, ketiadaan Gibran tampil di publik merupakan indikasi, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu tidak siap 'dikuliti' para pakar dalam kapasitasnya sebagai cawapres. Dia melihat, Gibran belum mumpuni untuk memahami isu-isu kenegaraan yang jauh lebih rumit dibanding persoalan perkotaan.
"Interaksi dia terhadap masalah-masalah nasional dan kemudian solusi yang mau mereka berikan dan ide-ide yang mau dia sampaikan itu memang sangat terbatas. Kalau dia muncul dengan kelemahan-kelemahan, itu akan menurunkan reputasi dia sebagai pemimpin," kata Agus.
Ke depan, Agus menduga, Gibran bakal lebih banyak absen dalam debat publik atau adu gagasan terkait Pilpres 2024. Apalagi, jika Gibran harus berhadapan dengan cawapres Mahfud dan Muhaimin. Di antara ketiga cawapres, Gibran paling minim pengalaman di birokrasi pemerintahan.
"Salah satu yang membuat ketakutan dia adalah karena keterbatasan pengalaman dan gagasan termasuk juga keterbatasan dalam mengartikulasikannya," kata Agus.
Lantas bagaimana dengan klaim kesuksesan Gibran memoles Surakarta menjadi lebih metropolitan? Soal itu, Agus berpendapat tidak semua kemajuan di Surakarta merupakan hasil kerja keras Gibran. Kebanyakan proyek pembangunan di Surakarta digarap pemerintah pusat.
"Ketika dia tiba-tiba dia ke pentas nasional dengan kapasitas yang belum berpengalaman, itu bakal mengganggu elektabilitas. Dia hanya simbol, tapi yang kerja adalah pemerintah pusat. Banyak proyek-proyek pemerintah pusat di Solo untuk menaikan Gibran supaya terlihat pemimpin yang responsif," kata Agus.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook