REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Vasily Nebenzya mengatakan, negara-negara Barat tidak tertarik untuk melindungi kepentingan rakyat Palestina. Menurut dia, Barat menganggap rakyat Palestina sebagai masyarakat kelas dua.
“Selama berminggu-minggu ini, sebuah fakta yang sangat tidak menyenangkan menjadi jelas. Palestina adalah bangsa kelas dua bagi Barat, yang tidak tertarik untuk melindungi kepentingan mereka,” ujar Nebenzya saat berpartisipasi dalam pertemuan di Dewan Keamanan PBB untuk membahas situasi di Jalur Gaza, Rabu (29/11/2023), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Menurut Nebenzya, hal tersebut yang membuat Dewan Keamanan PBB sangat sulit mengambil keputusan terkait situasi di Gaza. Dia mengungkapkan, selama hampir dua bulan, komunitas internasional, lembaga kemanusiaan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum telah menyerukan Dewan Keamanan untuk menuntut para pihak yang terlibat konfrontasi di Gaza agar menghentikan pertempuran.
“Namun seruan ini belum didengarkan. Dan gencatan senjata yang berkelanjutan bukan hanya merupakan keharusan moral, ini adalah satu-satunya jaminan bagi respons kemanusiaan yang efektif, yang tidak dapat dilakukan dalam kondisi permusuhan,” kata Nebenzya.
Dia pun mengingatkan tentang perlunya menyelesaikan akar masalah dari konflik Israel-Palestina. “Banyak pertanyaan yang muncul mengenai cara untuk menghidupkan kembali Gaza dan tentang solusi jangka panjang di masa depan terhadap masalah Palestina secara umum, karena tidak mungkin menjamin keamanan Israel tanpa menyelesaikan masalah ini. Rusia secara aktif berupaya ke arah ini,” ujarnya.
Awal pekan ini, asisten presiden Rusia untuk kebijakan luar negeri, Yury Ushakov, mengatakan, upaya Israel menumpas Hamas tidak akan serta merta menjamin keamanannya. Menurutnya, kebrutalan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza hanya akan memicu gelombang kebencian baru.
“Bahkan dengan memancung Hamas dan bahkan menenggelamkan Gaza dengan darah, hampir tidak mungkin menjamin keamanan Israel. Setelah beberapa waktu, gelombang kebencian dan terorisme mungkin akan bangkit kembali dengan kekuatan baru. Hal ini tidak dapat dikesampingkan,” ujar Ushakov saat berbicara di forum akademik dan pakar Primakov Readings, Senin (27/11/2023).
Dia mengingatkan bahwa masalah Palestina memiliki kemampuan untuk menyebar ke tingkat global. “Langkah-langkah militer Israel gagal mempersempit aktivitas organisasi teroris. Sebaliknya, mereka memperluasnya,” ucap Ushakov seraya menambahkan bahwa dia yakin hal itu juga sesuai dengan tragedi yang tengah berlangsung di Gaza.
Sejak 24 November lalu, Hamas dan Israel menerapkan gencatan senjata. Gencatan senjata tersebut akan berakhir pada Kamis (30/11/2023) pukul 07:00 waktu Gaza atau pukul 12:00 WIB. Sepanjang gencatan senjata diberlakukan, kedua belah pihak melakukan pertukaran antara sandera dan tahanan. Sepanjang gencatan senjata, Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya di Gaza telah membebaskan lebih dari 80 sandera. Sebanyak 60 di antaranya merupakan warga Israel yang terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas disebut menculik setidaknya 240 orang. Sebagian besar dari mereka merupakan warga sipil, yang terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.
Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera oleh Hamas, Israel sejauh ini telah membebaskan 180 tahanan Palestina dari penjara-penjara di Tepi Barat. Sejauh ini, jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menembus 15 ribu jiwa. Mereka termasuk 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sedangkan korban luka mencapai 33 ribu orang.