Kamis 30 Nov 2023 15:43 WIB

Produksi Nanas Lereng Gunung Kelud Terbantu Pasokan Pupuk Petrokimia

Petani nanas dengan lahan satu hektare bisa mendapatkan omzet kotor ratusan juta.

Rieszki Djoyo Saputra sedang melihat proses panen nanas yang akan dijual ke pengecer di delapan pasar tradisional Kediri, Jawa Timur.
Foto: Republika.co.id
Rieszki Djoyo Saputra sedang melihat proses panen nanas yang akan dijual ke pengecer di delapan pasar tradisional Kediri, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra

Di lereng Gunung Kelud, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ratusan petani menggantungkan hidupnya dari budi daya buah nanas. Rieszki Djoyo Saputra (36 tahun) salah satunya. Ketua Koperasi Tani Nanas ini sudah 12 tahun bergelut dengan dunia nanas sejak lulus kuliah.

Dari jual-beli bibit, masa tanam, panen, hingga berjualan nanas ke pasar tradisional maupun secara eceran (end user) sudah dijalaninya hingga hafal di luar kepala. Rieszki paham benar seluk-beluk dunia nanas. Hal tersebut dikuatkan berdasar riwayat keluarganya yang merupakan petani nanas sejak era 1970-an.

Semula, ia memang fokus hanya sebagai petani nanas dengan lahan garapan sekitar satu hektare. Itu pun lahan bukan milik pribadi, melainkan sistem sewa yang ditawarkan sebagai pemilik lahan garapan, dengan imbalan pembayaran 25 persen dari keuntungan yang didapat dari hasil panen dikurangi biaya produksi. Adapun lahan milik negara yang disewakan atau bagi hasil adalah aset milik PTPN XII dan PT Perhutani.

"Lahan saya statusnya sewa, itu pun tidak langsung satu hektare, tapi ditanam secara bertahap agar tidak terasa berat modalnya, yah semampunya tabungan. Luasnya bervariasi, ada yang 10 are, 15 are, 20 are dan lokasinya terpisah. Masing-masing usia tanamnya beda. Ada enam titik," kata Rieszki saat berbincang dengan Republika.co.id dari Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Seiring berjalannya waktu, ia juga mulai membantu petani nanas untuk menjualkan hasil panennya. Rieszki pun mendirikan UD Bolo Sewu Djoyo (BSD) pada 2014, yang dijadikan sebagai divisi penjualan untuk mendukung kegiatan usahanya. "Karena saya mewadahi petani, karena di situ ada mutualisme saling menguntungkan. Petani butuh pasar dan saya butuh barang untuk dijual," ujar Rieszki.

Adapun Koperasi Tani Nanas yang dikelolanya merupakan terobosan baru untuk menjadi wadah petani mitra yang memercayakan hasil panennya kepadanya. Rieszki pun menjadikan UD BSD sebagai perusahaan pemasarnya sebagai rekanan pembeli dari petani yang tergabung di Koperasi Tani Nanas.

Dia menjelaskan, sistem koperasi sudah berjalan sejak 1,5 tahun terakhir. Dampaknya, para petani bisa lebih akuntabel dan prediktabel dalam mengontrol jumlah stok nanas setiap bulannya, mulai usia satu bulan pascatanam sampai yang siap panen.

Sebagai petani nanas, Riezki sudah bisa membuat estimasi keuntungan dan memprediksi tantangan yang dihadapi saat musim tanam hingga pascapanen. Dia menjelaskan, untuk lahan sekitar satu hektare, dibutuhkan bibit nanas sekitar 75 ribu sampai 80 ribu.

Dia bisa membeli bibit milik petani lain di Dusun Petungombo, Desa Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, dengan harga variatif antara Rp 400-Rp 1.000. Harga bibit bervariasi menyesuaikan ukuran dan kualitas.

Adapun masa panen nanas sekitar 12-18 bulan atau jika dirata-rata menjadi 15 bulan. Dia menjelaskan, petani membutuhkan modal awal sekitar Rp 70 juta untuk bisa memulai menanam bibit nanas di lahan 1 hektare. Angka itu sudah termasuk untuk membayar upah pekerja sekitar 30 persen dan biaya membeli pupuk sebesar 15 persen.

"Nah, di sinilah saya pakai sistem efektif. Idealnya pemupukan lima kali. Saya itu pakai teknik sering melakukan pemupukan dibanding petani lain, meski jumlah atau dosis tidak banyak. Tentu pengeluaran upah pekerja bertambah, tapi hasil panen nanas maksimal," ujar Rieszki.

Menurut dia, dengan teknologi pertanian sekarang, ketika bibit pertama berusia tujuh bulan maka bisa ditanam bibit baru di lokasi lain. Hal itu bisa diulang tujuh bulan berikutnya. Proses intensifikasi itu berlangsung agar masa tunggu panen tidak terlalu lama.

Dengan sistem seperti itu maka petani bisa menyingkat waktu panen nanas dan mengoptimalkan pendapatan. "Semakin luas lahan, bisa diseting panen setiap bulan," kata Rieszki.

Hasil panen tergantung pupuk

Dia mengungkapkan, sekali panen, petani dengan lahan satu hektare bisa mendapatkan omzet kotor ratusan juta. Angka itu didapat jika nanas hasil panen didominasi grade A dan B. Menurut dia, nanas grade A saat ini petani di hargai sekitar Rp 4.000-Rp 6.000 per biji. Adapun nanas grade B dijual sekitar Rp 2.000-Rp 3.000 per biji.

Harga jual itu sudah sesuai kesepakatan yang dibuat Koperasi Tani Nanas, dengan acuan harga umum atau permintaan pasar. Misalnya, dari 80 ribu bibit nanas yang ditanam dikurangi hama hingga menghasilkan buah siap panen sekitar 70 ribu dengan grade A yang dirata-rata dijual seharga Rp 5.000 per biji.

Dengan jumlah itu maka petani bisa mendapatkan pemasukan kotor sekali panen sebesar Rp 350 juta. Jika nanas yang dijual rata-rata seharga Rp 4.000, petani bisa meraup Rp 280 juta per sekali panen dari lahan satu hektare.

Menurut Rieszki, tentu saja, untuk mendapatkan hasil seperti itu membutuhkan perawatan maksimal dengan penyemprotan agar hama kabur dan pemupukan sesuai jadwal supaya buah yang dipetik ketika panen berukuran besar. "Yang jadi masalah itu kita adalah butuh kepastian pasokan pupuk. Karena kadang petani beli, stoknya tidak ada. Akhirnya ketika stok dikit harga naik, ini yang dikeluhkan petani," kata Rieszki.

Dia mengakui, penggunaan pupuk kimia yang sudah teruji kualitasnya bisa meningkatkan produktivitas nanas. Dia menyebut, selama ini rutin menggunakan pupuk ZA (dan urea) produksi Petrokimia Gresik untuk menyuburkan tanah agar hasil panen maksimal. Hal yang sama juga dilakukan sekitar 50 petani lain yang tergabung dalam Koperasi Tani Nanas.

Rieszki mengungkapkan, ia menggunakan teknik pemupukan sampai enam kali hingga masa panen dengan jumlah pupuk urea yang digunakan volumenya sama. Dia mengistilahkannya sebagai sistem intensifikasi demi menjaga pertumbuhan nanas bisa optimal sepanjang waktu. Itu pun ia mengombinasikan dengan pupuk organik pada masa awal tanam.

"Nah, untuk hemat, pupuk awal saat masa tanam saya pakai kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair dibuat sendiri dari vetsin, nanti disemprotkan. Setelah bibit ditanam, pemupukan berikutnya saya pakai pupuk buatan Petrokimia. Campuran organik dan kimia ini sangat efektif menghasilkan panen maksimal," kata Rieszki.

Menurut dia, menjadi petani nanas sebenarnya sangat menjanjikan jika sudah terwadahi di dalam koperasi. Sebab, petani bisa memprediksi hasil panen dan stok nanas juga sudah terdata. Pun petani bisa menghitung potensi pasar ke depannya karena koperasi sudah terhubung dengan UD BSD miliknya.

Hanya saja, Rieszki juga mendapati, ada petani anggota koperasi terpaksa melakukan pemupukan ala kadarnya. Hal itu karena alokasi untuk pembelian pupuk, kadang terpakai biaya berobat anggota keluarga, hajatan, atau biaya sekolah anak.

Jika kondisi seperti itu ketika ada pengeluaran tiba-tiba terjadi, petani memilih untuk mengorbankan dana membeli pupuk urea. Sehingga ketika panen, hasil nanas yang didapat didominasi grade C yang nilai jualnya Rp 1.000-Rp 2.000 atau grade D alias paling rendah yang hanya laku dijual Rp 500-Rp 1.000 per biji.

"Nah, kalau panennya banyak grade C atau malah grade D, petani rugi. Bisa juga disebut gagal panen. Di sinilah pentingnya edukasi agar petani bisa fokus menanam nanas hingga masa panen untuk mendapatkan hasil bagus, sesuai SOP koperasi yang masih belum bisa memberi piutang pupuk ke petani anggota," ujar Rieszki.

Dia menyampaikan, rata-rata petani nanas di desanya juga memiliki hewan peliharaan, seperti kambing dan sapi. Dengan kondisi seperti itu, petani sebenarnya bisa hidup berkecukupan dari panen nanas jika memiliki lahan setidaknya 5.000 meter persegi (m2) atau setengah hektare.

Menerapkan sistem menanam bibit tiga tahap dengan tiga kali panen per tujuh bulan, petani bisa mendapatkan hasil penjualan nanas cukup menjanjikan. Apalagi, kata Rieszki, keberadaan Koperasi Tani Nanas yang baru berdiri pada medio Agustus 2022 sudah bisa berperan menjaga harga jual.

Para petani ketika panen berbarengan tidak lagi perang harga agar nanasnya cepat laku. Pengurus koperasi sudah menetapkan harga pasar yang harus ditaati para petani agar semuanya bisa mendapatkan keuntungan rata.

Dengan begitu, nanas bisa terserap pasar dengan baik dan harganya tidak jatuh ketika panen. "Uniknya lagi, nanas ini hasilnya ditentukan kualitas dan kuantitas grade nya tidak hanya di harga jual saja. Semakin bagus tanamannya, hasilnya tambah bagus," ujar alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Rieszki melanjutkan, dengan sekitar 50-an anggota, mereka memiliki dua juta pohon nanas di atas lahan seluas 300 ribu m2. Meski terlihat besar, kata dia, sebenarnya hasil panen nanas belum mencukupi permintaan pasar. Dia mencontohkan, UD BSD miliknya kerap diminta petani lain untuk menjualkan hasil panen nanas ke delapan pasar tradisional sebagai mitranya selama ini.

Tiga pasar secara rutin menerima pasokan produknya dan lima pasar berstatus cadangan karena stoknya yang kurang atau tidak terpenuhi permintaanya. Sebagai contoh, kebutuhan konsumen di tiga pasar utama yang menjadi mitra atau disebut Bolo Ecer BSD minimal membutuhkan 75 ribu buah nanas per bulan, tapi petani belum sanggup memenuhinya.

Angka itu didapat dari normalnya pengiriman 2.000-3.000 nanas per hari yang dikirim lewat kendaraan pick up atau truk ke empat pasar tersebut bergiliran. Jika konsumsi normal, pedagang minta dikirimi nanas satu kali per hari. Namun, sering pula pedagang di pasar dikirim dalam waktu tiga hari sekali oleh UD BSD.

Hal itu menandakan permintaan nanas sedang tinggi. Adapun kadang stok dari petani sudah habis. Alhasil, ketika UD BSD mendapatkan tawaran untuk memasok nanas di sebuah retail modern market, Rieszki belum dapat menyanggupinya. Dia menyadari, jumlah produksi nanas di lereng Gunung Kelud, khususnya petani yang bergabung di koperasi belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.

Padahal, ia juga pernah mendapatkan peluang untuk mengekspor nanas dari salah satu negara. Lagi-lagi, Rieszki melewatkan kesempatan emas itu lantaran anggota Koperasi Tani Nanas masih terkendala keterbatasan modal.

"Boro-boro mau ekspor, untuk memenuhi pasar lokal saja kami kurang bro. Padahal pasar sangat besar, bahkan saat bulan Ramadhan saja, perhitungan kami, pasar butuh 500 ribu nanas per bulan, sedangkan barang yang tersedia jauh di bawah itu. Ini peluang besar sebenarnya. Sabar dan disyukuri aja," kata Rieszki.

Dia pun berharap, pemerintah daerah, perusahaan swasta, bahkan perusahaan pupuk BUMN bisa menggandeng petani nanas di lereng Gunung Kelud untuk menjalankan program CSR. Pasalnya, petani sebenarnya ingin bisa terus meningkatkan produksi untuk memenuhi pasar domestik dulu, tetapi terhambat masalah kelancaran pasokan pupuk dan pengetahuan antarpetani yang berbeda.

"Kami butuh edukasi agar semua petani sadar manajemen dan sistem berkoperasi, sehingga bisa sama-sama sejahtera di tengah keterbatasan dan meningkatkan hasil panen lebih baik lagi," kata Rieszki mengakhiri.

Sementara itu, Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana mengakui, salah satu kendala yang dihadapi para petani nanas adalah kelangkaan pupuk. Untuk menyiasati hal itu, Pemkab Kediri mendirikan instalasi pengolahan pupuk organik cair (POC) di wilayah lereng Gunung Kelud, untuk mengatasi persoalan kelangkaan pupuk.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kediri, Anang Widodo, menjelaskan, tanaman nanas tidak masuk dalam komoditas yang mendapat alokasi pupuk subsidi. Menurut dia, komoditas yang tidak mendapatkan alokasi pupuk subsidi berdampak kepada kehidupan petani nanas.

"Padahal, nanas merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Kediri yang telah dikenal publik secara luas," kata Anang dalam siaran pers, beberapa waktu lalu.

Tidak ingin berpangku tangan, Pemkab Kediri mencari alternatif dengan pembuatan pupuk organik. Menurut dia, instalasi pengolahan POC didirikan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Ngancar. Lokasi itu dipilih lantaran kecamatan yang berada di lereng Gunung Kelud tersebut menjadi sentra tanaman nanas.

"Dengan adanya pengolahan POC ini diharapkan mampu mendorong produktivitas nanas meski tidak mendapatkan pupuk subsidi," kata Anang. Adapun instalasi POC mengolah hasil limbah sapi milik warga sekitarnya. Nantinya, petani nanas yang membutuhkan pupuk organik bisa meminta secara gratis.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement