REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sejumlah warga Wadas melayangkan gugatan perdata kepada beberapa pihak terkait perkara perbuatan melawan hukum (PMH). Sidang perdana kasus ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Kamis (30/11/2023) siang.
Empat warga yang melakukan gugatan yakni Priyanggodo, Talabudin, M Nawaf Sarif, dan Kadir. "Ini adalah salah satu perjuangan hukum oleh warga Wadas terkait perkara yang dihadapi dengan melakukan upaya gugatan perdata," kata Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Muhammadiyah, Trisno Raharjo ditemui usai sidang.
Dikatakan langkah hukum tersebut merupakan salah satu upaya yang ditempuh warga Wadas dalam mencari keadilan. Masyarakat tak menutup kemungkinan untuk menempuh jalur hukum lainnya.
"Gugatan PMH ini ditujukan mulai dari yang diberikan kewenangan pengelolaan, kemudian Kementerian PU, Presiden termasuk di dalam yang kami gugat," ujarnya.
Trisno menuturkan warga meminta agar mereka tidak menjadi bagian dari proyek yang dilaksanakan di Wadas. Selain itu, sejumlah warga juga belum menerima ganti rugi akibat proyek tersebut.
"Tuntutannya tentu mereka tetap tidak menginginkan dilaksanakannya suatu pengambilan batu andesit yang ada di sana untuk proyek bendungan, mengingat proyek bendungan ini kan berbeda dengan tanah mereka, karena tanah mereka ini kan bukan proyek strategi nasional, itu prinsip dasar yang kami ajukan dalam gugatan," kata dia.
Sidang dilanjutkan dengan sidang hakim mediasi. Ia menegaskan tak menutup kemungkinan mediasi dilakukan asalkan apa yang jadi tuntutan masyarakat Wadas disetujui.
"Mediasi itu mungkin artinya apa yang kami minta tidak dilaksanakannya (pembangunan bendungan) di tanah-tanah milik klien kami maka bisa saja mediasi," ujarnya.
"Tapi kalau tidak ya bisa saja mediasi tidak mencapai kata sepakat tapi secara prinsip di kasus perdata itu bisa dilakukan komunikasi, konsultasi yang ada dalam proses mediasi yang ada. Kalau itu memang sesuai dengan apa yang dituju klien kami itu, itu nggak ada persoalan. Bisa saja kita terima," imbuh dia.
Namun sidang belum dapat dimulai karena pihak tergugat belum dapat menyerahkan kuasa resmi. Sidang ditunda hingga Senin (11/12/2023).
Sementara itu, Kasi Perdata Kejaksaan Tinggi Jateng, Nilla Aldriani, yang mewakili Balai Besar Wilayah Serayu Opak (BBWSO) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan masih menunggu hasil dari mediasi.
Pihaknya masih menunggu apa saja yang diajukan oleh pihak penggugat. "Kan dari sana dulu mengajukan apa, dari kami juga mengajukan apa. Nanti tinggal hakim yang mendamaikan kedua belah pihak. Kalau memang sama-sama sepakat berarti kan selesai bikin akta perdamaian. Tapi kalau tidak sepakat mungkin bisa dilanjutkan ke persidangan selanjutnya," katanya.