REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan mengajak perguruan tinggi bersinergi mengembangkan subsektor perikanan budi daya yang produktif dan ramah lingkungan. Khususnya untuk komoditas-komoditas potensial, yakni udang, kepiting, lobster, nila salin, dan rumput laut.
“Kenapa lima komoditas ini? Karena memiliki pangsa pasar yang tinggi sehingga akan berperan penting pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembangunan Perikanan Budi Daya Berkelanjutan Mendukung Ketahanan Pangan Nasional di Jakarta baru-baru ini.
Merujuk data Future Market Insights 2023, potensi pasar udang global diperkirakan mencapai nilai USD60,4 miliar tahun ini dan akan meningkat menjadi USD123,8 miliar pada 10 tahun ke depan. Sedangkan, pasar rumput laut global diperkirakan mencapai nilai USD7,79 miliar tahun ini dan akan meningkat menjadi USD19,66 miliar pada 2033.
Kemudian ikan nila global nilainya mencapai USD13,9 miliar tahun ini dan akan meningkat menjadi USD21,6 miliar sepuluh tahun ke depan. Lalu, kepiting mencapai nilai USD0,8792 miliar pada 2023 dan akan meningkat menjadi USD1,5161 miliar pada 2033. Terakhir lobster juga memiliki potensi pasar luar biasa diperkirakan mencapai nilai USD7,2 miliar sampai akhir tahun nanti.
Di tengah besarnya potensi pasar tersebut, kata Tebe, terdapat sejumlah tantangan pengembangan perikanan budi daya nasional. Di antaranya inovasi teknologi pengembangan pakan alternatif pengganti tepung ikan dari bahan baku lokal dan pakan alami. Selain itu, inovasi pengembangan kajian rekayasa mitigasi atas dampak perubahan iklim dalam budi daya ikan.
Untuk itu, dia mengajak perguruan tinggi bersama-sama pemerintah menghadirkan inovasi-inovasi menjawab tantangan tersebut. KKP sejauh ini sudah mengambil sejumlah langkah strategis di antaranya membangun modelling Budi Daya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah. Kemudian tengah membangun modelling budi daya untuk nila salin dan rumput laut. KKP juga memiliki program kampung perikanan budi daya untuk menyokong penguatan produksi pembudi daya di sejumlah daerah.
Menurut Tebe, keterlibatan perguruan tinggi akan memperkuat upaya yang sudah dilakukan KKP. Sebab perguruan tinggi memiliki sarjana perikanan punya kemampuan dalam menjalankan breeding program, bioteknologi dan sistem klaster komoditas unggulan berbasis kawasan.
“Perguruan tinggi memiliki sarjana–sarjana perikanan berdaya daing dan berkompeten secara teknis. Memiliki high order thinking skill, kemampuan memecahkan masalah yang kompleks,” katanya.
Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan (FP2TPK) Indonesia, Prof Maftuch menyatakan komitmen siap mendukung kebijakan dan program pembangunan perikanan budidaya. FP2TPK akan fokus pada lokal spasial dengan mengembangkan kurikulum berbasis kearifan lokal sesuai kebutuhan pasar saat ini. Pihaknya juga siap mendukung dalam hal produksi benih, induk unggul, dan pakan ikan.
Prof Maftuch menyarankan agar KKP turut melibatkan dunia usaha berpengalaman, serta masyarakat dalam merencanakan pembangunan budidaya Indonesia. “FP2TPK Indonesia menyepakati bersama KKP dalam hal ini DJPB membangun konsep isu-isu strategis dalam rangka menumbuhkan minat generasi muda pada usaha perikanan budi daya," ujar Prof Maftuch.
Dia juga mengakui pentingnya jaminan kelestarian ekosistem dalam mengembangkan perikanan budidaya. Selain sumber daya manusia andal, fasilitas instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) hingga penggunaan energi baru dan terbarukan dibutuhkan untuk mendorong kegiatan budi daya yang produktif dan ramah lingkungan.