Jumat 01 Dec 2023 12:51 WIB

Bantah Agus Rahardjo, Istana Tegaskan Revisi UU KPK Inisiatif DPR Bukan Pemerintah

Ari menegaskan, Presiden Jokowi saat itu meminta Setnov mengikuti proses hukum.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus raharjo
Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana saat memberikan keterangan pers di gedung Kemensetneg, Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Foto: Republika/ Dessy Suciati Saputri
Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana saat memberikan keterangan pers di gedung Kemensetneg, Jakarta, Jumat (6/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana membantah pernyataan mantan ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebut revisi Undang-Undang KPK masih berkaitan dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) ketua DPR saat itu, Setya Novanto (Setnov).

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menjelaskan, revisi UU KPK dilakukan pada 2019 atau dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto. Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa revisi UU KPK tak berkaitan dengan kasus Setnov.

Baca Juga

"Ya revisi KPK kan terjadi tahun 2019 ya, dua tahun setelah penetapan Pak Setnov tersangka. Ini kita bisa lihat apakah itu ada hubungannya karena ini proses yang berbeda ya yang terjadi dua tahun setelah itu," kata Ari kepada wartawan, Jumat (1/12/2023).

Ari juga mengatakan, revisi UU KPK bukan merupakan inisiatif pemerintah, melainkan inisiatif DPR. "Revisi UU KPK itu adalah inisiatif DPR pada 2019 dan bukan inisiatif pemerintah," ujar Ari.

Lebih lanjut, Ari juga membantah adanya pertemuan antara Agus Rahardjo dan Presiden Jokowi saat itu. Setelah ditelusuri, pertemuan tersebut tidak ditemukan dalam agenda Presiden. Dalam pertemuan itu, Agus menyebut Presiden Jokowi sempat marah dan meminta agar kasus korupsi KTP-el Setya Novanto dihentikan.

"Informasi yang saya miliki tidak ada agenda saat itu dengan Presiden," kata Ari.

Ari mengatakan, pada kenyataannya saat itu proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan. Selain itu, juga sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

"Kalau kita lihat kenyataannya proses hukum Setnov berjalan seperti yang kita ketahui bersama pada 2017 berjalan dengan baik, sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu," ujar dia menegaskan.

Selain itu, dalam pernyataan resminya pada 17 November 2017, Presiden Jokowi juga dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK dalam kasus korupsi tersebut.

"Kalau teman-teman cek pernyataan resmi Bapak Presiden tanggal 17 November 2017 bahwa presiden menegaskan agar Bapak Setnov mengikuti proses hukum yang ada di KPK dan presiden yakin proses hukum itu berjalan dengan baik," kata Ari.

Sebelumnya, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo menyebut, dilakukannya revisi UU KPK tidak terlepas dari keputusannya yang menolak permintaan Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi KTP-el yang menjerat Setya Novanto.

Saat itu, Setnov diketahui merupakan Ketua Umum Partai Golkar yang menjadi parpol pendukung pemerintahan Jokowi dan ketua DPR RI.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement