REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak masyarakat untuk memaknai proses pemilihan umum (Pemilu) sebagai wujud pembangunan demokrasi di Indonesia.
"Pemilu yang akan datang harus kita maknai sebagai pembangunan demokrasi, itu sebuah keniscayaan. Pemilu bagian dari pembangunan demokrasi yang kita sepakati," ujar Ketua Umum MUI Anwar Iskandar di Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Anwar menekankan dalam proses demokrasi, perbedaan sudut pandang politik maupun pendapat merupakan hal yang wajar. Perbedaan pandangan politik membuat masyarakat terus berproses demi mewujudkan kehidupan bernegara yang lebih baik.
Namun yang tidak boleh, kata dia, ketika perbedaan pandangan politik tersebut malah membuat masyarakat menjadi terpecah belah. Perbedaan justru harus jadi perekat persatuan.
"Terlalu mahal harganya kalah karena politik kemudian persatuan bangsa menjadi terbelah," kata dia.
Ia juga menegaskan bahwa undangan kepada para bakal calon presiden dan wakil presiden dalam musyawarah kerja nasional (Mukernas) III MUI, untuk mendengarkan ide-ide mereka secara langsung.
Dengan demikian, masyarakat bisa mendapat gambaran untuk kemudian menjadi dasar saat hari pemilihan nanti.
"Ada calon presiden diundang di sini (Mukernas), bukan berarti MUI berubah wajah politiknya menjadi politik elektoral. Kita hanya ingin mendengar saja, bagaimana pendapat calon pemimpin ini," kata dia.
Ia pun berpesan kepada para bakal calon untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam proses demokrasi.
"Tujuan besar politik itu adalah membuat kemaslahatan dan kemanfaatan kepada rakyat. Kita harus menyuarakan nilai kejujuran dan keadilan dalam mengelola negara ini," kata dia.