REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Indonesia mengajak seluruh negara peserta Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNFCCC untuk memperkuat kolaborasi dalam bidang agrikultur karena sektor ini bisa menghasilkan energi yang ramah lingkungan.
"Permintaan produk agrikultur dan perkebunan pasti akan meningkat sangat tajam karena selain menghasilkan bahan pangan juga menghasilkan bahan bakar nabati, seperti biodiesel, bieoetanol, dan lainnya," kata Presiden Republik Indonesia Joko Widodo saat menyampaikan pidato tentang sistem transformasi pangan di COP28, Dubai, Jumat (1/12/2023).
Bahan bakar nabati saat ini dipandang ramah lingkungan karena hanya menghasilkan emisi lebih rendah ketimbang energi fosil.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa tidak ada solusi yang bisa diterapkan untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan sendiri karena setiap negara punya kekuatan berbeda. Semisal Indonesia yang memiliki keunggulan lahan yang cukup luas dan subur.
Pemerintah Indonesia telah membangun infrastruktur terhubung secara masif yang mendukung ekosistem agrikultur mulai dari bendungan, irigasi, jalan, dan embung. Selain itu, sumber daya manusia yang melimpah dengan komposisi sebanyak 30 persen penduduk usia produktif Indonesia hidup dari dari sektor agrikultur tersebut.
Potensi itu bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran pertanian skala kecil dan juga untuk lumbung pangan skala besar. Dukungan pendanaan dan transfer teknologi tinggi berpotensi memperbesar lumbung pangan agar dapat menyuplai kebutuhan global.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia sangat mendukung inisiatif kepresidenan Uni Emirat Arab dalam mempromosikan pusat kolaborasi internasional di bidang agrikultur berkelanjutan, ketahanan rantai pasok, dan aksi iklim. "Indonesia berharap inisiatif itu bisa membuahkan hasil yang konkret untuk menciptakan dunia yang lebih sejahtera," kata Jokowi.