REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia (SII), KH Muflich Chalif Ibrahim, mengatakan Pancasila adalah wadah persatuan anak bangsa untuk hidup rukun dan saling mengenal.
Indonesia adalah bangsa yang kuat kerukunan antarmasyarakatnya karena ditopang falsafah luhur yang bernama Pancasila. Intisari dari ajaran agama dan cita-cita pendiri bangsa ini menjadi mercusuar Indonesia dalam menjawab tantangan zaman yang silih berganti.
"Kerukunan antarpersonal, umat beragama, dan semua golongan itu aturannya sudah jelas diwadahi Pancasila. Tidak hanya berasaskan peraturan negara, pada agama Islam, persatuan sesama manusia juga sesuai dengan teladan Baginda Rasul Muhammad SAW. Hanya saja yang namanya gangguan terhadap persatuan akan selalu ada. Jika tidak diantisipasi, ini bisa menjadi ancaman dari kerukunan itu sendiri, khususnya antarumat beragama," terang KH Muflich dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Pancasila sebagai wadah persatuan anak bangsa untuk hidup rukun dan saling mengenal persatuan Indonesia merupakan salah satu nilai Pancasila yang menjadi pengikat kerukunan dan kebersamaan seluruh anak bangsa.
Kiai Muflich menjelaskan bahwa bangsa Indonesia harus bersyukur karena disatukan dalam format negara berlandaskan Pancasila yang mampu mewadahi semua. Walaupun demikian, seluruh warga negara harus selalu melakukan introspeksi agar kerukunan dan kebersamaan dapat terpelihara dengan baik.
Ia menerangkan bahwa kerukunan antarsesama manusia bisa terwujud bila dalam hubungan antarpersonal tidak ada paksaan, baik secara fisik maupun nonfisik.
"Bahkan dalam hal pemikiran juga tidak boleh ada pemaksaan sehingga satu pihak dipaksa setuju pada pilihan kelompok lainnya. Pemaksaan dengan segala bentuknya tentu tidak sesuai dengan tuntunan ajaran Islam," lanjutnya.
Menurutnya, perbedaan yang ada pada masyarakat Indonesia justru bisa menjadi kekuatan selama kita mau membuka ruang komunikasi dan dialog. Komunikasi yang baik bisa menjembatani perbedaan yang ada hingga kemudian kita sampai pada kesimpulan untuk bisa saling mengerti dan memahami kelompok yang berbeda.
"Perbedaan yang biasanya ditemukan dalam perkara ubudiyah atau tata cara beribadah tentu jangan sampai menjadi perselisihan selama masih berada dalam bingkai NKRI," ujarnya.
Baca juga: Mengapa Allah SWT Mengutuk Kaum Yahudi Menjadi Kera? Ini Tafsir Surat Al-Baqarah 65
Karena itu, lanjut Kiai Muflich, alangkah baiknya jika kerukunan ini datang dari kesadaran dan keinginan lubuk hati terdalam masing-masing anak bangsa sehingga dengan begitu kerukunan yang tercipta di Indonesia memiliki dasar emosional dan spiritual yang sangat kuat dan mengakar pada setiap golongan dan kepercayaan.
"Kita ingin suasana yang rukun, aman, dan damai itu memang sebenarnya begitu, bukan dirukunkan, diamankan atau didamaikan. Jadi semangat persatuan Indonesia ini bisa berangkat dari kesadaran dan pemahaman antarumat beragama masing-masing," jelasnya.