REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) berkomentar singkat mengenai Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh yang ditahan KPK dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). MA menyatakan menghormati proses hukum di tubuh KPK.
"Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK terhadap yang mulia hakim agung nonaktif tersebut," kata Juru Bicara sekaligus hakim Agung MA, Suharto kepada wartawan, Jumat (1/12/2023).
Suharto enggan mengomentari detail mengenai penetapan Gazalba sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan TPPU walau sudah divonis bebas dari kasus suap. Suharto menyatakan MA menghargai azas praduga tak bersalah terhadap Gazalba Saleh.
"Dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah," ujar Suharto.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Hakim Agung Gazalba Saleh pada Kamis (30/11/2023) malam. Dia ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di MA.
KPK menahan Gazalba Saleh selama 20 hari pertama hingga 19 Desember 2023. Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Kasus ini berawal sejak Gazalba menduduki jabatan sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017. Dalam beberapa perkara dia ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota Majelis Hakim yang menangani permohonan kasasi maupun peninjauan kembali di MA.
Sejumlah perkara yang pernah disidangkan dan diputus oleh Gazalba, diketahui terdapat pengondisian terkait isi amar putusan. Tujuannya, untuk mengakomodasi keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA. Salah satunya perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri KKP Edhy Prabowo.
Sebagai bukti permulaan awal KPK menemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar. Aliran dana ini terjadi dalam kurun waktu 2018-2022.
Kemudian, Gazalba menggunakan uang hasil gratifikasi itu untuk membeli sejumlah aset. Rinciannya, yakni pembelian satu unit rumah secara tunai di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp 7,6 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp 5 miliar.
Gazalba diketahui tidak pernah melaporkan gratifikasi itu kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima. Dia juga tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.
Atas perbuatannya, Gazalba disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Di sisi lain, KPK pernah menahan Gazalba Saleh terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh. Ia dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.