REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW — Pasukan keamanan Rusia menggerebek klub dan bar gay di seluruh Moskow pada Jumat (1/12/2023) malam, kurang dari 48 jam setelah pengadilan tinggi negara itu melarang aktivitas atau gerakan LGBTQ+global.
Hakim Mahkamah Agung bahkan menyebut bahwa kelompok tersebut sebagai organisasi ekstremis.
Dilansir dari AP News, Sabtu (2/12/2023), Polisi menggeledah tempat-tempat di seluruh ibu kota Rusia, termasuk klub malam, sauna pria, dan bar yang menjadi tuan rumah pesta LGBTQ+, dengan dalih penggerebekan narkoba.
Saksi mata mengatakan kepada wartawan, bahwa dokumen pengunjung klub diperiksa dan difoto Dinas Keamanan. Mereka juga mengatakan bahwa manajer telah dapat memperingatkan pelanggan sebelum polisi tiba.
Penggerebekan mengikuti keputusan Mahkamah Agung Rusia untuk melabeli "gerakan" LGBTQ+ negara itu sebagai organisasi ekstremis.
Keputusan tersebut, yang dibuat sebagai tanggapan atas gugatan yang diajukan Kementerian Kehakiman, adalah langkah terbaru dalam tindakan keras selama satu dekade terhadap hak-hak LGBTQ+ di bawah Presiden Vladimir Putin, yang telah menekankan "nilai-nilai keluarga tradisional" selama 24 tahun berkuasa.
Aktivis telah mencatat gugatan diajukan terhadap gerakan yang bukan entitas resmi, dan bahwa di bawah definisinya yang luas dan tidak jelas, otoritas dapat menindak individu atau kelompok mana pun yang dianggap sebagai bagian darinya.
Beberapa tempat LGBTQ+ telah ditutup setelah keputusan tersebut, termasuk Pusat klub gay Petersburg. Di media sosial, Jumat lalu pemilik menulis bahwa tidak akan lagi mengizinkan bar untuk beroperasi dengan hukum yang berlaku.
Max Olenichev, seorang pengacara hak asasi manusia yang bekerja dengan komunitas LGBTQ+ Rusia, mengatakan kepada The Associated Press sebelum putusan, mereka secara efektif melarang aktivitas terorganisir untuk membela hak-hak orang LGBTQ+.
“Dalam praktiknya, itu bisa terjadi bahwa otoritas Rusia, dengan putusan pengadilan ini, akan menegakkan (putusan) terhadap inisiatif LGBTQ+ yang bekerja di Rusia, menganggap mereka sebagai bagian dari gerakan sipil ini," kata Olenichev.
Baca juga: Mengapa Allah SWT Mengutuk Kaum Yahudi Menjadi Kera? Ini Tafsir Surat Al-Baqarah 65
Sebelum putusan, kelompok hak asasi manusia Rusia terkemuka telah mengajukan dokumen ke Mahkamah Agung yang menyebut gugatan Kementerian Kehakiman diskriminatif dan melanggar konstitusi Rusia. Beberapa aktivis LGBTQ+ mencoba menjadi pihak dalam kasus ini tetapi ditolak pengadilan.
Pada 2013, Kremlin mengadopsi undang-undang pertama yang membatasi hak LGBTQ+, yang dikenal sebagai undang-undang "propaganda gay", melarang dukungan publik apa pun tentang "hubungan seksual nontradisional" di antara anak di bawah umur.