REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak Israel mempertegas tujuan operasinya terhadap Hamas menyusul berlanjutnya pertempuran dan kekerasan di Jalur Gaza. Dia mulai menyangsikan bahwa Hamas bisa sepenuhnya ditumpas.
"Kita berada pada momen ketika otoritas Israel harus lebih tepat mendefinisikan tujuan mereka dan tujuan akhir mereka: penghancuran total Hamas, adakah yang berpikir hal itu mungkin terjadi? Kalau begini, perang akan berlangsung 10 tahun," ujar Macron, Sabtu (2/11/2023).
"Tidak ada keamanan abadi bagi Israel di wilayah tersebut jika keamanannya dicapai dengan mengorbankan nyawa warga Palestina dan dengan demikian menimbulkan kebencian terhadap opini publik di kawasan tersebut. Mari kita bersama-sama menjadi jernih," kata Macron.
Macron mengungkapkan, dia sangat prihatin atas berlanjutnya kekerasan di Jalur Gaza menyusul berakhirnya gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Macron mengatakan, dia akan bertolak ke Qatar untuk membantu upaya memulai kembali negosiasi gencatan senjata Israel-Hamas. Qatar diketahui telah menjadi negosiator utama dalam perundingan tersebut.
Pemerintah Israel mengungkapkan, mereka telah menarik tim negosiator mereka dari Qatar. Hal itu menyusul kebuntuan negosiasi perpanjangan gencatan senjata dengan Hamas yang dimediasi Doha. "Menyusul kebuntuan dalam negosiasi dan atas arahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, David Barnea, kepala Mossad (badan intelijen Israel), memerintahkan timnya di Doha untuk kembali ke Israel," kata Kantor Perdana Menteri Israel dalam sebuah pernyataan, Sabtu lalu, dikutip laman Alarabiya.
Tak diterangkan faktor apa yang menyebabkan negosiasi perpanjangan gencatan senjata mengalami kebuntuan. Sejak gencatan senjata sementara berakhir, Israel kembali membombardir Gaza. Pada Sabtu kemarin, Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, agresi yang diluncurkan Israel sejak gencatan senjata berakhir telah membunuh setidaknya 193 warga Palestina dan melukai sekitar 650 lainnya.
Israel dan Hamas gagal memperpanjang gencatan senjata pada Jumat (1/12/2023). Sebelumnya kedua belah pihak tersebut sudah memberlakukan gencatan senjata selama sepekan, terhitung sejak 24 November 2023. Selama periode tersebut, Israel dan Hamas melakukan pertukaran sandera dengan tahanan.
Hamas sudah membebaskan 70 warga Israel dan 24 warga asing dari penyanderaan. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas dilaporkan menculik lebih dari 240 orang, kemudian membawa mereka ke Gaza. Mereka terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan sandera, Israel telah membebaskan 210 tahanan Palestina.
Sejak memulai agresinya ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, serangan Israel telah membunuh lebih dari 15 ribu orang. Sebanyak 10 ribu di antaranya merupakan perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 33 ribu orang.