Senin 04 Dec 2023 11:02 WIB

Abaikan Keselamatan Sipil, Israel Perluas Operasi Pertempuran di Seluruh Gaza

Operasi Israel di Gaza selatan akan menyamai serangan sebelumnya di Gaza utara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Tentara Israel dengan kendaraan tempur lapis baja mereka berkumpul di posisi dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, di Israel selatan, (2/12/2023).
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Tentara Israel dengan kendaraan tempur lapis baja mereka berkumpul di posisi dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, di Israel selatan, (2/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan, mereka terus memperluas operasi pertempuran daratnya melawan Hamas di seluruh Jalur Gaza. Wilayah selatan Gaza tempat lebih dari 1 juta penduduk sipil mengungsi juga tak luput dari operasi tersebut.

“IDF terus memperluas operasi daratnya terhadap pusat-pusat Hamas di seluruh Jalur Gaza. Pasukan ini berhadapan langsung dengan para teroris dan membunuh mereka,” kata Juru Bicara IDF Daniel Hagari kepada awak media di Tel Aviv, Ahad (3/12/2023).

Baca Juga

Sementara itu, Kepala Staf Umum IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi mengungkapkan, pasukannya kini turut membidik wilayah selatan Gaza. Dia mengatakan operasi Israel di Gaza selatan akan menyamai serangan sebelumnya terhadap Hamas di bagian utara Gaza.

“Kami bertempur dengan kuat dan menyeluruh di Jalur Gaza utara, dan kami juga melakukannya sekarang di Gaza selatan,” ujar Halevi.

Pada Ahad kemarin, militer Israel meluncurkan kampanye pengeboman ke segenap wilayah Gaza. Jet tempur serta artileri Israel turut melancarkan serangan intens ke Khan Younis dan Rafah yang berada di wilayah selatan Gaza. Jumlah korban jiwa dan luka di Gaza pun terus melambung.

“Selama beberapa jam terakhir, hanya 316 orang tewas dan 664 orang terluka yang berhasil diangkat dari reruntuhan dan dibawa ke rumah sakit, namun banyak lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan di Gaza Ashraf al-Qudra pada Ahad lalu.

Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, hingga Ahad kemarin, jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel sudah mencapai 15.523 jiwa. Sementara korban luka menembus 41.316 orang. Angka tersebut dihitung sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023.

Pekan lalu Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mencemaskan terus berlanjutnya agresi Israel ke wilayah selatan Jalur Gaza. Dia mengatakan, serangan Israel ke selatan Gaza dapat menyebabkan 1 juta penduduk Gaza yang mengungsi di sana, termasuk 900 ribu orang yang berlindung di gedung-gedung PBB, mencoba menerobos ke perbatasan Mesir.

“Jalur Gaza sudah dikenal sebagai salah satu tempat paling padat di dunia. Dan sekarang, mayoritas penduduknya pindah ke selatan. Jadi, terdapat konsentrasi populasi yang hampir seluruhnya di separuh wilayah – sebuah wilayah yang tidak dapat mendukung keberadaan seperti itu bahkan karena kekurangan air,” kata Lazzarini dalam sebuah wawancara dengan the Guardian dan dipublikasikan akun X resmi UNRWA, Sabtu (2/12/2023).

Dia mengingatkan bahwa lebih dari 1 juta penduduk Gaza diperintahkan mengungsi ke wilayah selatan jika hendak terhindar dari gempuran serangan udara. “Namun sebagian besar orang terbunuh di wilayah selatan,” ujarnya.

Lazzarini mengungkapkan bahwa konsep zona aman sepihak di selatan bagi warga sipil, jika tidak disetujui oleh Hamas, akan penuh risiko. “Kami memiliki 1 juta orang, 1 juta orang berada di instalasi PBB, termasuk 100 ribu di utara. Mereka datang untuk mencari perlindungan,” ucapnya.

Dia menambahkan, fasilitas-fasilitas PBB yang digunakan penduduk Gaza untuk berlindung sudah diketahui titik lokasinya. Namun, hampir 100 fasilitas tersebut tetap terdampak serangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal itu telah menyebabkan lebih dari 200 orang terbunuh dan 900 lainnya terluka di instalasi PBB.

“Sekarang, kami diberitahu, atau kami mendengar, bahwa masyarakat harus bergerak lebih jauh ke barat daya jika serangan terjadi di Khan Younis. Namun Anda tidak dapat menyatakan suatu wilayah aman secara sepihak di zona perang,” kata Lazzarini.

Dia mengingatkan Gaza bukanlah Hamas. “Anda mempunyai organisasi bernama Hamas dan Anda mempunyai populasi, dan populasi ini beragam, dinamis, tidak bisa disamakan dengan Hamas. Ini adalah populasi yang hidup di bawah kekuasaan Hamas selama 17 tahun terakhir. Apakah ini berarti seluruh penduduk – separuhnya adalah anak-anak, separuhnya lahir setelah Hamas berkuasa – harus menanggung akibatnya?” ucap Lazzarini.

Lazzarini menambahkan, hal tersebut harus diatasi oleh mereka yang bertujuan menumpas atau melenyapkan Hamas. “Apa yang kami katakan adalah bahwa tujuan ini tidak boleh mengorbankan penduduk sipil. Itulah alasan mengapa Anda memiliki aturan perang. Alasan mengapa Anda memiliki hukum humaniter internasional,” katanya.

Pada 24 November hingga 1 Desember 2023 lalu, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak turut melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera.

Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas dilaporkan menculik lebih dari 240 orang, kemudian membawa mereka ke Gaza. Mereka terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.

Sepanjang gencatan senjata selama sepekan, Hamas membebaskan 70 warga Israel dan 24 warga asing dari penyanderaan. Mayoritas warga asing yang dibebaskan berasal dari Thailand. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel telah membebaskan 210 tahanan Palestina.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement