REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Palestinian General Intelligence Service atau Dinas Intelijen Umum Palestina (PGIS) berada di bawah komando langsung presiden Palestina (PA). General Intelligence Service atau GIS ini didirikan pada 1994 melalui Perjanjian Oslo dengan bantuan Tawfiq Tirawi. Saat ini Palestinian General Intelligence Service dipimpin oleh Mayor Jenderal Majed Faraj yang diangkat pada September 2009.
Pada Maret 2023, Presiden Mahmoud Abbas memperpanjang masa jabatan Majed Faraj tanpa batas waktu. Dilansir dari laman ecfr.eu (European Council On Foreign Relations), Senin (4/12/2023).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Palestina, Direktur GIS hanya dapat menjalankan mandatnya selama empat tahun dan kemungkinan diperpanjang selama enam bulan tambahan oleh Dewan Legislatif Palestina.
Berdasarkan keputusan presiden baru yang dikeluarkan oleh Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina kini memiliki kewenangan tunggal untuk menunjuk dan memberhentikan posisi direktur GIS. Keputusannya juga termasuk mengangkat posisi direktur GIS ke tingkat menteri.
Laman ecfr.eu menyebutkan bahwa langkah tersebut dipandang sebagai upaya untuk mengkonsolidasikan posisi Majed Faraj menjelang perubahan kepemimpinan Otoritas Palestina pasca Mahmoud Abbas di masa depan.
Dengan sekitar 3.000 personel, sebagian besar dari Fatah, GIS sangat kuat dan telah digunakan untuk menargetkan lawan politik dan aktivis yang berbeda pendapat. Struktur dan organisasinya meniru struktur dan organisasi intelijen Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebelum pembentukan PA.
GIS mengumpulkan intelijen, melawan spionase, bekerja sama dengan badan intelijen asing, dan memimpin pasukan paramiliter. Anggotanya mengenakan pakaian preman dan melakukan operasi rahasia dan publik.
Kepala dinas berpangkat menteri PA. Anggota GIS, termasuk Tirawi, telah dikaitkan dengan serangan terhadap sasaran Israel selama Intifada Kedua.
GIS sebelumnya dipimpin oleh beberapa Brigadir Jenderal di antaranya Amin al-Hindi (Juli 1994 - Juli 2004), Tareq Abu Rajab (Juli 2004 - Agustus 2007), Tawfiq Tirawi (Agustus 2007 - November 2008), dan Muhammad Mansour (November 2008 - September 2009).
Tidak seperti agresi militer pada umumnya, operasi intelijen dilakukan secara klandestin alias sembunyi-sembunyi atau senyap. Namun, efek yang ditimbulkan sangat besar. Dapat menelan puluhan korban jiwa bahkan lebih plus kerugian materil yang besar. Artinya, operasi intelijen menimbulkan dampak yang besar yang dialami lawan.