REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, mengungkapkan, setiap pembicaraan lebih lanjut mengenai pembebasan sandera warga Israel oleh kelompoknya harus diikuti dengan penghentian serangan ke Jalur Gaza. Hamas dan Israel sempat memberlakukan gencatan senjata selama sepekan yang diikuti pertukaran sandera dengan tahanan Palestina.
“Kami menegaskan bahwa dimulainya kembali perundingan pertukaran tahanan bergantung pada penghentian agresi dan gencatan senjata. Sebelum ada itu, tak ada diskusi tentang hal tersebut,” kata Hamdan kepada awak media di Beirut, Lebanon, Ahad (3/12/2023).
Dia pun menyinggung tentang gagalnya perpanjangan gencatan senjata pada 1 Desember 2023 lalu. Hamdan menyebut, mediator yang terlibat, yakni Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) sudah berupaya agar gencatan senjata di Gaza dapat diperpanjang. Namun, sikap menunda-nunda dan keras kepala Israel menggagalkan negosiasi.
Hamdan mengungkapkan, Hamas sudah membebaskan semua warga sipil Israel, terdiri atas perempuan dan anak-anak, dari penyanderaan. Oleh sebab itu, daftar sandera yang hendak dibebaskan ketika negosiasi perpanjangan senjata terakhir, hanya berisi nama-nama tentara perempuan Pasukan Pertahanan Israel (IDF). “Mereka semua adalah tentara perempuan yang ditangkap dari lokasi militer,” ujarnya.
Namun, Israel tak memercayai keterangan Hamas. Hamdan mengatakan, Israel meyakini bahwa Hamas masih menahan perempuan sipil Israel sebagai sandera. Menurut Hamdan, metode dan mekanisme pertukaran sandera tentara berbeda dengan warga sipil.
Pada 2011, Hamas membebaskan seorang tentara Israel bernama Gilad Shalit yang telah ditawan selama lima tahun. Sebagai gantinya, Israel membebaskan lebih dari 1.000 tahanan Palestina dari penjara.
Pada 24 November hingga 1 Desember 2023 lalu, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera.
Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas dilaporkan menculik lebih dari 240 orang, kemudian membawa mereka ke Gaza. Mereka terdiri atas warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.
Sepanjang gencatan senjata selama sepekan, Hamas membebaskan 70 warga Israel dan 24 warga asing dari penyanderaan. Mayoritas warga asing yang dibebaskan berasal dari Thailand. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 210 tahanan Palestina.