REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota keluarga ada yang didiagnosis kanker paru? Pengobatan kanker paru ternyata tidak sama bagi setiap pasien.
Guru Besar Departemen Pulmonologi Kedokteran Respirasi FKUI Prof. dr. Elisna Syahrudin, PhD. SpP(K) menjelaskan pengobatan kanker paru akan disesuaikan kondisi individu. Ia pun mendorong pasien untuk lekas memeriksakan diri atau melakukan skrining melalui bantuan dokter spesialis apabila gejala awal kanker paru mulai dirasakan agar dapat segera ditentukan pilihan pengobatan terbaik sesuai kebutuhan.
"Kenapa (periksa ke dokter) itu penting? Karena itu untuk pilihan pengobatannya. Pengobatan untuk kanker paru itu bisa bedah, bisa radioterapi, bisa kemoterapi, bisa terapi target, bisa imunoterapi. Tidak semua orang sama pilihannya," kata Elisna saat konferensi pers di Jakarta, akhir November lalu.
Menurut Elisna, beberapa faktor yang bisa menentukan pilihan pengobatan antara lain jenis kanker paru yang dialami, kelainan molekulernya seperti apa, serta sejauh mana tingkatan stadium kanker. Apabila kanker ditemukan pada stadium dini, Elisna mengatakan kondisi tersebut lebih memungkinkan untuk dilakukan pembedahan pada pasien.
Di masa sekarang, imbuh dia, modalitas terapi kanker paru juga semakin banyak sehingga diharapkan turut berdampak pada peningkatan angka harapan hidup. Kecepatan dalam menentukan pilihan pengobatan yang diputuskan oleh pasien dan keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah keparahan pada penyakit, bahkan mencegah terjadinya metastasis atau penyebaran kanker ke bagian organ yang lain.
"Untuk kanker paru kalau terlambat dua minggu memutuskan (pilihan pengobatan), itu cerita sudah berlanjut (bisa semakin parah)," ujarnya.
Hambatan terbesar dalam pengambilan keputusan, menurut Elisna, biasanya terjadi karena faktor kekhawatiran dari pihak keluarga. Oleh sebab itu, dibutuhkan komunikasi dua arah antara tenaga medis serta pasien dan keluarga. Pengambilan keputusan yang cepat terhadap pilihan pengobatan dapat mencegah keterlambatan penanganan.
"Sebagian besar pasien itu kalau dijelaskan (oleh dokter) dengan benar tentang kondisinya sekarang, nanti terapinya mau apa, pasiennya menerima. Tapi yang sering adalah keluarga yang tidak menerima (kondisi)," ujar dokter yang juga aktif di Yayasan Kanker Indonesia (YKI) itu.