REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Spotify memberhentikan pekerjanya untuk ketiga kalinya tahun ini. Sebelum liburan tiba, CEO Daniel Ek mengumumkan Spotify memberhentikan 1.500 pekerja atau 17 persen dari tenaga kerjanya.
Hal ini dilakukan guna menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Ek, pengurangan karyawan akan terasa sangat besar mengingat laporan pendapatan positif dan kinerja terbaru. Namun, pihaknya sudah memperdebatkan pengurangan biaya untuk sepanjang tahun 2024 dan 2025.
“Dengan mempertimbangkan kesenjangan antara tujuan keuangan kami dan biaya operasional kami saat ini, saya memutuskan untuk menyesuaikan ukuran biaya adalah pilihan terbaik. Saya yakin ini adalah tindakan yang tepat untuk perusahaan kami dan juga memahami ini akan sangat menyakitkan bagi tim kami,” kata Ek, dilansir Engadget, Rabu (5/11/2023).
Ek menyebut perseroan melakukan ekspansi besar-besaran pada 2020 dan 2021 karena biaya modal yang lebih rendah. Investasi ini secara umum berhasil, berkontribusi pada peningkatan produksi Spotify dan pertumbuhan platform yang kuat selama setahun terakhir.
“Meskipun ada pengurangan yang dilakukan tahun lalu, perusahaan memberhentikan enam persen tenaga kerjanya pada awal tahun 2023 dan dua persen lagi pada bulan Mei. Struktur biaya kami untuk tujuan yang kami perlukan masih terlalu besar,” ujarnya.
Setelah rangkaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut, Spotify memiliki sekitar 9.000 karyawan, sehingga PHK terbaru ini akan mengakibatkan sekitar 1.500 karyawan kehilangan pekerjaan. Untuk meringankan beban, Spotify akan membayar pesangon rata-rata selama lima bulan, menanggung biaya perawatan kesehatan selama waktu tersebut, dan memberikan dukungan karier.
Spotify telah mengalami pertumbuhan yang konsisten sejak peluncurannya dan kini memiliki 574 juta pengguna aktif bulanan, naik 26 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.