REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pasukan Israel mengepung rumah keluarga Shalloun dan menggunakan empat anak mereka sebagai perisai manusia sekitar pukul 11.30 waktu setempat selama sekitar dua jam pada 1 Maret 2023 di kamp pengungsi Aqbat Jaber, dekat Kota Jericho di wilayah pendudukan Tepi Barat. Tentara Israel memerintahkan semua orang keluar rumah dan mendesak ayah mereka, Maher Shalloun, menyerahkan diri.
Maher tetap di dalam rumah, sementara anggota keluarganya yang lain digiring keluar rumah oleh tentara Israel. Pasukan Israel kemudian mengancam putra Maher, yaitu Nidal (9 tahun) dan Karam (11 tahun).
Selain itu, keponakan Maher yang merupakan saudara kembar, Ahmad dan Mohammad yang berusia dua tahun juga dijadikan tameng manusia oleh pasukan Israel. Tentara Israel memaksa anak-anak itu untuk berdiri di depan kendaraan militer Israel sementara pasukan Israel menembakkan tabung gas air mata, granat setrum, dan peluru tajam ke arah warga Palestina yang menghadapi kelompok tentara tersebut.
Anak Palestina kelima, Anas Abdurrahim Kamal Al-Khalili yang berusia 16 tahun digunakan sebagai perisai manusia di tangga di atas toko roti tempat dia bekerja oleh pasukan khusus Israel dengan pakaian sipil pada 22 Februari selama serangan militer besar-besaran Israel ke Nablus di wilayah utara Tepi Barat.
Menurut dokumentasi yang dikumpulkan oleh Defense for Children International Palestine (DCIP), pasukan khusus Israel memaksa Anas berdiri di depan mereka selama beberapa menit sambil diborgol saat mereka menghadapi dua pria Palestina dan menembakkan peluru tajam. Sebelum membunuh dua pria Palestina tersebut, pasukan Israel memaksa Anas duduk di lantai sebuah rumah di sebelahnya, dengan mata tertutup.
“Hukum internasional sangat jelas dan tegas melarang penggunaan anak-anak sebagai tameng manusia oleh angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata,” kata Direktur Program Akuntabilitas di DCIP, Ayed Abu Eqtaish.
“Pasukan Israel dengan sengaja menempatkan anak dalam bahaya besar untuk melindungi diri mereka sendiri merupakan tindakan yang melanggar hukum kejahatan perang," ujar Eqtaish menambahkan.
Ketika pasukan Israel menggunakan keluarga Shalloun sebagai perisai manusia di kamp pengungsi Aqbat Jabr, seorang tentara memerintahkan Samia untuk menyerahkan keponakannya yang berusia dua tahun, Mohammad, ke lantai dan mengangkat tangannya. Mohammad menangis ketika seekor anjing militer Israel mendekatinya. Ketika Samia menurunkan tangannya untuk mengusir anjing dari dekatnya, tentara Israel itu menodongkan senjata ke kepala Mohammad, sambil berkata, “Minggir atau saya akan menembaknya.”
Saudara kembar Mohammad, Ahmad yang berusia dua tahun, dibawa keluar oleh sepupunya yang sudah dewasa, Mohammad. Seorang tentara Israel menginstruksikan Mohammad untuk mengangkat Ahmad di depan kelompok pasukan Israel. Ketika dia mencoba menurunkan Ahmad untuk melindunginya, seorang tentara Israel memerintahkan Mohammad untuk menjaga Ahmad tetap diangkat tinggi. Bahkan, tentara Israel itu melemparkan granat kejut ke kakinya. Ahmad menangis selama dua jam tanpa henti.
Putra Samia dan Maher, Nidal yang berusia sembilan tahun, dipaksa berdiri langsung di bawah sinar matahari di tengah serangan tentara Israel yang menembakkan granat kejut, tabung gas air mata, dan peluru tajam. Hal ini memperburuk infeksi mata Nidal yang sudah dideritanya.
Samia sedang mencari putra sulungnya, Murad yang berusia 12 tahun, ketika bertemu Nidal yang sedang menggendong sepupunya Mohammad. Keduanya menangis, dan mengatakan sebuah granat berada di sebelah kepala Mohammad. Ketika Samia mencoba menenangkan anak-anaknya, seorang tentara mengarahkan senjatanya ke arahnya. Tentara Israel itu mengancam akan membunuhnya.
“Saya akan menembak kamu dan anak-anak kamu, seperti yang kamu lihat," ujar tentara Israel.
Samia mengatakan, ketiga anaknya tidak bisa tidur nyenyak dan mengalami trauma hebat. Mereka kerap terbangun pada tengah malam dan menangis.
“Ketiga anak saya tidak bisa tidur normal di malam hari. Mereka terbangun sesekali dan mulai menangis. Infeksi mata yang dialami Nidal semakin parah karena ia berada di bawah sinar matahari selama lebih dari dua jam, dan saya khawatir hal ini akan berdampak pada dirinya di masa depan,” kata Samia kepada DCIP.
Tameng manusia dilarang dalam hukum internasional....