REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengatakan kemampuan matematika dan membaca pada remaja mengalami penurunan yang tidak pernah terjadi sebelumnya di beberapa negara. Salah satu penyebabnya yakni penutupan sekolah akibat Covid-19. Pernyataan ini disampaikan usai jajak pendapat global mengenai standar pembelajaran.
OECD yang berbasis di Paris mengatakan mereka tidak pernah melihat penurunan begitu drastis performa matematika dan membaca para remaja. Ketika OECD memulai tes tiga tahunan yang biasanya dilakukan untuk mengukur kemampuan membaca, matematika, dan sains anak-anak berusia 15 tahun, penurunan itu tampak sangat jelas.
Tahun lalu hampir 700 ribu remaja di 38 negara anggota OECD dan 44 negara non-anggota mengikuti tes yang berlangsung selama dua jam. Tes ini dipantau pembuat kebijakan karena merupakan pembanding performa pendidikan.
Dibandingkan dengan saat tes terakhir yang dilakukan pada tahun 2018 performa membaca turun rata-rata 10 poin di negara-negara OECD, dan 15 poin di bidang matematika. Penurunan yang setara dengan tiga perempat dari nilai pembelajaran selama satu tahun.
OECD mengatakan lebih dari separuh dari 81 negara yang disurvei mengalami penurunan, Jerman, Islandia, Belanda, Norwegia, dan Polandia mengalami penurunan nilai matematika yang sangat tajam.
Secara rata-rata di seluruh OECD, satu dari empat anak berusia 15 tahun dinyatakan memiliki nilai rendah dalam matematika, membaca, dan sains. OECD mengatakan hal ini artinya mereka tidak dapat menggunakan algoritme dasar atau menafsirkan teks sederhana.
"Covid mungkin memainkan beberapa peran, tetapi saya tidak akan melebih-lebihkannya," kata direktur pendidikan OECD Andreas Schleicher dalam konferensi pers, Selasa (5/12/2023).
"Ada faktor struktural yang mendasarinya dan faktor tersebut lebih cenderung menjadi fitur permanen dari sistem pendidikan yang harus diperhatikan serius para pembuat kebijakan," tambahnya.
Negara-negara yang memberikan dukungan guru tambahan selama sekolah ditutup akibat Covid-19 mendapatkan nilai yang lebih baik dan hasilnya secara umum lebih baik di tempat-tempat yang memiliki akses guru yang mudah untuk mendapatkan bantuan khusus.
Hasil yang lebih buruk cenderung dikaitkan dengan tingkat penggunaan ponsel untuk bersantai yang tinggi dan di sekolah yang melaporkan kekurangan guru.
OECD mengatakan penurunan ini tidak dapat dihindari, dan menunjuk ke Singapura, di mana para siswa mendapat nilai tertinggi dalam matematika, membaca dan sains, dengan hasil yang menunjukkan mereka rata-rata tiga sampai lima tahun lebih maju dari rekan-rekan OECD mereka.
Setelah Singapura, Makau, Taiwan, Hong Kong, Jepang dan Korea Selatan juga unggul di bidang matematika dan sains. Estonia dan Kanada juga mendapat nilai yang baik.
Dalam hal membaca, Irlandia, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan meraih nilai tertinggi, dan lebih menonjol lagi di Irlandia dan Jepang karena pengeluaran per siswa mereka tidak lebih tinggi dari rata-rata OECD.