REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Nasional Perkeretaapian Maroko (ONCF) telah mengumumkan tender untuk akuisisi 168 kereta api, yang menandai langkah besar dalam persiapan negara tersebut untuk Piala Dunia 2030, dikutip dari laman railway technology, Selasa (5/12/2023).
Kesepakatan tersebut, yang bernilai sekitar 1,59 miliar USD atau setara Rp 24 triliun, mencakup 150 kereta antara Layanan Antarkota, Angkutan Cepat dan Angkutan Massal, dan 18 kereta untuk memperpanjang penggunaan jalur kecepatan tinggi yang ada.
Ini termasuk perluasan jalur Al-Boraq yang diluncurkan Maroko pada tahun 2018. Dipuji sebagai jalur kereta api berkecepatan tinggi pertama di Afrika, Al Boraq menghubungkan Casablanca ke pusat pelabuhan utara Tangier, yang disebut sebagai 'pintu gerbang ke Eropa' Maroko, yang berjarak satu jam perjalanan dengan kapal feri dari Tarifa di Spanyol selatan.
Keharusan Piala Dunia
FIFA menunjuk Maroko, Spanyol dan Portugal sebagai tuan rumah bersama Piala Dunia 2030. Namun pada saat yang sama juga memberikan tiga pertandingan pembuka kepada Argentina, Uruguay, dan Paraguay. Keputuan ini telah menimbulkan kritik dari kelompok-kelompok peduli iklim terkait perjalanan jarak jauh dengan emisi tinggi yang harus ditempuh oleh para tim di sela-sela pertandingan.
Ada juga pengawasan atas kesiapan sistem transportasi Maroko. Maroko lolos inspeksi FIFA dalam penawaran awal untuk Piala Dunia 2026, namun dianggap "berisiko tinggi" dalam kategori akomodasi dan transportasi.
Jumlah infrastruktur baru yang dibutuhkan untuk mewujudkan tawaran Maroko 2026 tidak dapat dibesar-besarkan," tulis laporan tersebut. "Frekuensi kereta api di jalur berkecepatan tinggi masih rendah (meskipun pihak penawar telah mengonfirmasi rencana untuk meningkatkannya)."
Kritik-kritik tersebut merupakan bagian dari alasan FIFA untuk menunda tawaran Maroko menjadi tuan rumah Piala Dunia 2030.
Pada tahun 2022 dan 2023, Maroko menyelesaikan 12 kesepakatan transportasi senilai 737 juta dolar AS atau sekitar Rp 11 triliun. Ini menjadikannya negara Afrika Utara paling aktif kedua di sektor ini, menurut analisis GlobalData.
Koneksi kapal selam bawah tanah antara Maroko dan Spanyol dapat dimulai pada tahun 2030, menurut sebuah laporan dari media Spanyol, La Razón. Proyek Terowongan Selat Gibraltar bermaksud untuk menghubungkan Casablanca ke Madrid.
Maroko bertujuan untuk menyaingi jaringan kereta api Mesir. Hanya Mesir yang memiliki transaksi transportasi yang lebih besar di wilayah Afrika Utara dibandingkan Maroko.
Otoritas Nasional Terowongan (NAT) Mesir saat ini sedang mengawasi pembangunan jaringan kereta api berkecepatan tinggi sepanjang 1.800 km yang menghubungkan sekitar 70 stasiun dari Laut Merah ke Mediterania.
Segmen pertama dari apa yang disebut 'Terusan Suez di atas rel' diperkirakan akan selesai pada tahun 2027, menurut NAT. Segmen kedua, yang telah diperpanjang ke Gurun Barat Mesir, sedang berlangsung tetapi belum ada tanggal penyelesaiannya.
Pada bulan Februari, NAT memberikan kontrak kepada perusahaan konstruksi Prancis, NGE, untuk membangun jalur ganda sepanjang 330 km antara kota Ain Al Sokhna dan Borg El Arab.
Melalui proyek ini, Kairo bertujuan untuk memperluas sistem kereta api yang sudah tersebar luas, yang merupakan sistem kereta api kedua terbesar di benua Afrika setelah Afrika Selatan.