Selasa 05 Dec 2023 23:18 WIB

Topan Michaung Hantam Selatan India

Topan Michaung diawali dengan hujan lebat dan banjir.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Angin Topan (ilustrasi)
Foto: AP
Angin Topan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BHUBANESWAR -- Topan Michaung menghantam pantai India selatan dengan angin berkecepatan hingga 110 km/jam (70 mph). Kedatangannya diawali dengan hujan lebat dan banjir yang menewaskan sedikitnya 13 orang.

Pemerintah sedang mengasesmen kerusakan yang terjadi. Kantor cuaca India mengatakan Michaung, yang melemah menjadi 'intensitas badai siklon' pada Selasa (5/12/2023) malam, mengimplikasikan kecepatan angin 65-75 kilometer per jam, kemungkinan besar akan mempertahankan kekuatannya dalam 6 jam ke depan.

Baca Juga

Hujan dengan curah hingga 200 mm diperkirakan akan turun di negara bagian Andhra Pradesh, tempat badai ini mencapai daratan, selama 24 jam ke depan. Hujan lebat menyebabkan gelombang tinggi di kota-kota pesisir di negara-negara bagian selatan selama dua hari terakhir. Menenggelamkan jalan-jalan dan membatalkan layanan kereta api dan penerbangan.

Ke-13 korban tewas termasuk seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang meninggal setelah sebuah tembok runtuh. Di media sosial X, Departemen Meteorologi India mengatakan topan ini mendarat di dekat kota Bapatla di negara bagian Andhra Prades. Departemen proses pendaratan telah selesai.

Pejabat dari negara bagian tersebut mengatakan tidak ada korban jiwa yang dilaporkan pada Selasa. Lebih dari 140 kereta api dan 40 penerbangan dibatalkan di negara bagian ini, dan setidaknya 8.000 orang dievakuasi.

"Laporan kerusakan belum ada karena beberapa daerah dataran rendah tergenang air. Ada penyumbatan jalan dan pohon-pohon tumbang," kata seorang pejabat senior departemen bencana negara bagian yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Di ibu kota Tamil Nadu, Chennai, yang merupakan pusat manufaktur dan elektronik, warga terlihat mengarungi banjir setinggi pinggang. Banjir juga menghanyutkan mobil-mobil.

Bagi penduduk Chennai, banjir ini memicu ingatan akan hujan yang sama delapan tahun yang lalu yang menewaskan 290 orang. Beberapa aktivis mempertanyakan apakah infrastruktur kota ini dapat menangani kejadian cuaca ekstrim.

"Solusi mereka akan sangat membantu untuk curah hujan sedang dan lebat, tetapi tidak untuk hujan yang sangat lebat dan sangat lebat," kata pakar teknik sipil dan geo-analisis Raj Bhagat P merujuk upaya kota ini untuk meningkatkan sistem drainase air hujan selama setahun terakhir.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement