Rabu 06 Dec 2023 12:52 WIB

Siap Liburan Akhir Tahun, Cek Dulu Daftar Kota Termahal Dunia Ini

Singapura menduduki peringkat teratas untuk dua tahun berturut-turut.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Natalia Endah Hapsari
Singapura menduduki peringkat teratas sebagai kota termahal di dunia untuk dua tahun berturut-turut.
Foto: flickr
Singapura menduduki peringkat teratas sebagai kota termahal di dunia untuk dua tahun berturut-turut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Menjelang akhir tahun, liburan sudah di depan mata. Ini saatnya untuk menentukan destinasi wisata menarik yang sesuai dengan kantong. Bagi yang berminat berwisata di mancanegara, Anda bisa mulai mendata kota-kota besar dunia yang bisa didatangi dan sesuai dengan bujet liburan.

Merujuk pada Indeks Biaya Hidup Sedunia, tim peneliti mengamati harga dan inflasi di kota-kota di seluruh dunia untuk menemukan biaya hidup termahal di dunia. Indeks tahun ini menemukan bahwa harga-harga telah meningkat rata-rata sebesar 7,4 persen tahun ke tahun dalam mata uang lokal untuk lebih dari 200 barang dan jasa umum. 

Baca Juga

Meskipun angka tersebut lebih rendah dari rekor kenaikan tahun lalu sebesar 8,1 persen, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan angka antara tahun 2017 dan 2021. 

Inggris Raya (UK) mungkin tampak lebih mahal dari sebelumnya, namun itu bukanlah kota termahal di dunia, menurut studi baru dari Economist Intelligence Unit. Jadi di manakah kota termahal di dunia?

Dilansir Express, Rabu (6/12/2023), yang termasuk dalam daftar adalah

1. Singapura/Zurich (Swiss), 

2. New York (Amerika Serikat)/Jenewa (Swiss), 

3. Hong Kong, Los Angeles (Amerika Serikat), 

4. Paris (Prancis), 

5. Tel Aviv (Israel)/Kopenhagen (Denmark), dan 

6. San Francisco (Amerika Serikat). 

Singapura menduduki peringkat teratas untuk dua tahun berturut-turut, sementara Zurich berada di peringkat pertama, naik dari peringkat keenam tahun lalu. Swiss adalah rumah bagi dua kota termahal di Eropa sementara Kopenhagen dan Paris juga masuk dalam daftar. 

Tel Aviv menempati posisi keenam dalam daftar tersebut tetapi penelitian ini dilakukan sebelum pecahnya konflik antara Israel dan Hamas. 

Upasana Dutt, Head of Worldwide Cost of Living di EIU, mengatakan guncangan sisi pasokan yang mendorong kenaikan harga pada tahun 2021-2022 telah berkurang sejak Cina mencabut pembatasan Covid-19 pada akhir tahun 2022, sementara lonjakan harga energi terlihat setelahnya. Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022 juga sudah mereda. 

“Namun, krisis biaya hidup belum berakhir dan tingkat harga masih jauh di atas tren historis. Express memperkirakan inflasi akan terus melambat pada tahun 2024, karena dampak kenaikan suku bunga yang lambat mulai memengaruhi aktivitas ekonomi, dan pada gilirannya, juga memengaruhi permintaan konsumen,” kata Dutt. 

“Tetapi risiko-risiko positif tetap ada, eskalasi lebih lanjut dari perang Israel-Hamas akan menaikkan harga energi, sementara dampak El Niño yang lebih besar dari perkiraan akan semakin menaikkan harga pangan,” ujar dia. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement