REPUBLIKA.CO.ID, NABLUS -- Abdulatheem Wadi tidak dapat menyembunyikan rasa sakit yang luar biasa, yang tampak di seluruh wajahnya. Pria berusia 50 tahun itu tercekat saat mengingat bagaimana pemukim Israel membunuh saudara laki-lakinya yang berusia 63 tahun, Ibrahim, dan keponakannya yang berusia 24 tahun, Ahmad.
Kekejian itu terjadi pada 12 Oktober, ketika mereka sedang menghadiri pemakaman seorang warga Palestina lainnya yang dibunuh oleh pemukim Yahudi pada malam sebelumnya.
Pemakaman yang awalnya untuk empat orang, bertambah menjadi pemakaman untuk enam orang. “Itu adalah pembantaian di sebuah desa kecil,” kata Abdulatheem, dilaporkan Aljazirah, Selasa (5/12/2023).
Desa itu adalah Qusra, rumah bagi sekitar 7.000 warga Palestina yang tinggal di selatan Nablus di utara wilayah pendudukan Tepi Barat. Prosesi pemakaman dan jalur yang direncanakan telah disetujui oleh tentara Israel, melalui Kantor Koordinasi Distrik (DCO) pihak Otoritas Palestina (PA).
Namun, mereka tetap saja diserang oleh pemukim Yahudi. Abdulatheem berdiri sekitar 20 meter (66 kaki) dari kerabatnya ketika mereka ditembak mati.
“Kami terkejut menemukan penyergapan pemukim. Mobil saya adalah mobil pertama dalam prosesi tersebut, saya berada di depan empat ambulans yang membawa empat syuhada,” ujar Abdulatheem.
“Pemukim bersenjata kemudian melompat ke jalan utama, membakar ban dan menghalangi jalan kami. Kami tidak bisa maju atau mundur, yang terjadi adalah kekacauan. Kemudian, ada tembakan tajam dan batu yang dilemparkan ke arah kami oleh tentara dan pemukim,” kata Abdulatheem, seraya menambahkan bahwa tentara Israel berdiri bersama para pemukim dan menembaki warga Palestina yang menuju pemakaman.
“Dalam beberapa menit, mobil pemukim lainnya datang dan menembaki keponakan dan saudara laki-laki saya ketika mereka sedang berdiri di jalan setelah keluar dari mobil, menewaskan mereka,” kata Abdulatheem dengan suara serak.
"Keponakan saya yang lain, Yasser, saudara laki-laki Ahmad, yang berusia 14 tahun. Para pemukim menghujani mobil yang ia duduki dengan peluru. Dia tidak berbicara lagi. Banyak orang telah mencoba membuatnya berbicara, tetapi tidak berhasil," kata Abdulatheem.
Serangan pemukim Yahudi selama ini telah menjadi kenyataan sehari-hari di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sejak 1967 ketika Israel menduduki wilayah tersebut dengan sekitar tiga juta warga Palestina yang tinggal di sana.
Setidaknya 700 ribu warga Israel tinggal di pemukiman ilegal, khusus Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang sebagian besar dibangun seluruhnya atau sebagian di atas tanah pribadi Palestina.
Serangan yang terjadi meliputi penembakan, penikaman, pelemparan batu yang fatal, pemukulan hebat dengan pipa dan tongkat kayu, serta pembakaran dan kerusakan serius pada rumah, kendaraan dan lahan pertanian.
Pemukim Israel membunuh tiga warga Palestina pada 2022, lima orang pada 2021, dan dua orang pada 2019. Mayoritas pelaku tidak menghadapi pertanggungjawaban atas kejahatan mereka.
Namun sejak 7 Oktober, serangan pemukim meningkat secara eksponensial di Tepi Barat. Pada hari itu, kelompok perlawanan bersenjata Hamas yang berbasis di Gaza melancarkan operasi mengejutkan ke Israel.
Israel segera merespons dengan serangan tanpa henti dan kemudian melakukan invasi darat yang berlanjut hingga hari ini. Pengeboman Israel membunuh hampir 16.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 6.000 anak-anak di Gaza.
Bersamaan dengan serangan Israel di Gaza, pemukim telah membunuh sedikitnya sembilan warga Palestina selama 58 hari terakhir. Mereka menyerbu desa-desa Palestina setiap hari, menyerang warga dan properti mereka, serta melukai puluhan orang.
PBB mencatat bahwa hampir setengah dari seluruh insiden, pasukan Israel mendampingi atau secara aktif mendukung para penyerang.
Anggota keluarga Abdulatheem termasuk di antara mereka yang dibunuh oleh pemukim setelah tanggal 7 Oktober. Saudara Abdulatheem yang terbunuh, Ibrahim adalah ayah dari 11 anak.
“Adikku sangat terpelajar. Dia lulus dengan gelar MA di bidang kimia dari Pakistan, dan bekerja di Kementerian Perekonomian Nasional di Ramallah,” kata Abdulatheem dengan bangga.
Ibrahim juga bekerja dengan desa-desa di Nablus selatan untuk membentuk komite perlindungan dan dewan lokal bagi warga. "Ahmad adalah anak tertua kedua. Dia menyelesaikan gelar sarjana hukum. Dia telah bertunangan dan akan menikah (sebelum dibunuh pemukim Yahudi),” ujar Abdulatheem.
Desa-desa di selatan Nablus selalu menjadi wilayah yang paling terkena dampak serangan pemukim di Tepi Barat setiap tahun, diikuti oleh Hebron dan Ramallah. Kota-kota yang sama juga memiliki jumlah pemukiman liar Yahudi terbanyak, yang berkorelasi dengan tingginya tingkat kekerasan.
Pemukiman liar itu menampung komunitas-komunitas dengan puluhan unit tempat tinggal yang dibangun di luar perbatasan pemukiman untuk merebut lebih banyak tanah Palestina.
Semua pemukiman Israel, termasuk pemukiman liar adalah ilegal menurut hukum internasional.
Namun, Israel menganggap hanya pemukiman liar yang ilegal berdasarkan undang-undang mereka sendiri. Israel mengklaim bahwa pemukiman liar itu dibangun oleh pemukim individu atau kelompok pemukim, dan bukan oleh pemerintah, meskipun pemerintah menyediakan infrastruktur, dukungan dan pendanaan.
Selain itu, pemerintah Israel selama beberapa tahun terakhir telah secara surut melegalkan banyak pemukiman liar dan mengeluarkan undang-undang yang mendukungnya. Pemukiman Yitzhar, yang terletak enam kilometer (sekitar empat mil) barat daya Nablus adalah yang paling terkenal. Pemukiman ini memiliki setidaknya enam pemukiman liar dan rumah bagi ratusan pemukim.
Kelompok pemukim Yahudi paling kejam...