Rabu 06 Dec 2023 16:13 WIB

Lamanya Perizinan Masih Jadi Hambatan Pengembang Perumahan

Waktu perizinan yang dibutuhkan berdampak pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPD Rei Jabar Lia Nastiti, saat membuka acara “Short Course Aplikasi Perbankan dan Perizinan Perumahan” REI Jabar, di Bandung, Selasa (5/12/2023).
Foto: dok. Republika
Ketua DPD Rei Jabar Lia Nastiti, saat membuka acara “Short Course Aplikasi Perbankan dan Perizinan Perumahan” REI Jabar, di Bandung, Selasa (5/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masalah perizinan masih menjadi hambatan bagi pengembang. Karena, meskipun saat ini sudah diterapkan sistem perizinan online single submission (OSS), tapi implementasinya masih perlu ditingkatkan.

Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Regulasi, Investasi, dan Perizinan Real Estate Indonesia (REI) Turino Junaedy, secara umum terkait pelayanan publik telah diatur secara perinci. Dalam UU Layanan Publik, salah satunya, memuat mengenai target penyelesaian. 

Jika target penyelesaian tidak ditentukan, maksimal waktu yang dibutuhkan adalah 10 hari. Namun, kata dia, jika melihat pada UU Cipta Kerja, pemerintah menargetkan waktu yang dibutuhkan untuk layanan publik adalah lima hari, termasuk terkait perizinan. 

Hal tersebut karena waktu yang dibutuhkan negara tetangga untuk memproses hal yang sama adalah 9 dan 14 hari. “Targetnya kita lebih cepat untuk bisa berdaya saing,” ujar Turino seusai acara “Short Course Aplikasi Perbankan dan Perizinan Perumahan” REI Jabar, di Bandung, Selasa (5/12/2023).

Namun, hingga saat ini, dalam implementasinya masih banyak permasalahan. Turino mencontohkan, terkait dengan izin berusaha kewenangannya berada di pemerintah pusat. Sedangkan, pemerintah daerah bertugas hanya memverifikasi.

“Yang menetapkan pemerintah pusat sehingga seluruh Indonesia layanannya sama. Peran daerah, tetap ada kok, yakni yang memverifikasi, yang menetapkan tata ruang. Jadi, kewenangan pemerintah pusat dan daerah itu diserahkan ke sistem bukan diambil alih,” katanya.

Contoh lainnya, kata Turino, berkaitan dengan lama waktu penyelesaian. Dia membandingkan, untuknya yang mampu berkomunikasi dari tingkat RT hingga menteri pun untuk mengurus segala perizinan bisa mencapai 2-2,5 tahun. Padahal, semua hal tersebut, menurutnya, bisa dirampungkan dalam tujuh hari.

Waktu perizinan yang dibutuhkan, kata Turino, berdampak pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Semakin singkat waktu perizinan yang dibutuhkan maka biaya yang dikeluarkan semakin rendah. 

Begitupula jika semakin panjang waktu yang diperlukan maka akan semakin besar biaya yang dikeluarkan. “Misalnya kita beli lahan, laha ini belum bisa dikelola karena izinnya belum selesai, selama dua tahun. Bunga bank itu sudah berjalan tentunya menjadi cost yang harus ditanggung," katanya. 

Kemudian, kata dia, berkaitan dengan masalah waktu dalam berusaha. "Sekarang animo lagi bagus, tapi 2 tahun lagi belum tentu. Kalau dengan pola yg sekarang hanya orang-orang tertentu,” ujarnya.  

Di tempat yang sama, menurut Ketua DPD Rei Jabar Lia Nastiti, munculnya UU Cipta Kerja yang memaksa pihaknya untuk mengubah pola dan berpindah secara teknologi. Seperti, munculnya perizinan OSS, dan aplikasi perizinan lainnya.

“Dengan mengadakan diklat, untuk lebih mempermudah dan menambah profesionalisme anggota. Perizinan waktunya bisa panjang, sementara bagi pengembang butuh kecepatan waktu. Kita berhubungan dengan perbankan,” katanya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement