Rabu 06 Dec 2023 17:51 WIB

Kasus Covid-19 Meningkat Lagi, Perlukah Vaksinasi Booster?

Vaksinasi booster yang dilakukan di Indonesia masih dinilai rendah.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Qommarria Rostanti
Vaksin booster Covid-19 (ilustrasi). Di tengah lonjakan kasus, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan vaksinasi booster memang perlu dilakukan lagi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Vaksin booster Covid-19 (ilustrasi). Di tengah lonjakan kasus, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan vaksinasi booster memang perlu dilakukan lagi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang liburan akhir tahun, kasus Covid-19 kembali meningkat. Itu tidak hanya terjadi di Singapura tetapi juga di Indonesia. Di tengah lonjakan kasus, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan vaksinasi booster memang perlu dilakukan lagi. Terlebih, vaksinasi booster yang dilakukan di Indonesia masih dinilai rendah. 

Menurut data yang dibagikan, capaian vaksin dosis 1 86,88 persen sementara dosis 2 74,56 persen. Namun, angka tersebut terus mengecil untuk vaksin booster. "Booster pertama hanya 38 persen booster kedua hanya dua persen. Ini juga merupakan tantangan bagi kita bahwa booster kita angkanya rendah sekali," kata Ketua Satgas Covid Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof DR dr Erlina Burhan dalam konferensi pers daring, Rabu (6/12/2023).

Baca Juga

Seiring berjalannya waktu, daya tahan tubuh (antibodi) dalam melawan Covid-19 yang dihasilkan oleh vaksinasi akan berkurang, khususnya setelah 6 hingga 12 bulan. "Vaksinasi booster, khususnya pada kelompok rentan (manula, daya tahan tubuh rendah) dianjurkan untuk mengurangi risiko infeksi dan beratnya penyakit," ujarnya.

Erlina menjelaskan, sejumlah gejala yang didapat dari subvarian BA.2.86, EG.5, dan HK.3. Sebenarnya, gejalanya ringan sama seperti Omicron. Namun, hingga saat ini, belum dapat dipastikan apakah infeksi BA.2.86, EG.5, dan HK.3 menghasilkan gejala yang berbeda dari varian lain.

"Secara umum, gejala Covid-19 cenderung serupa di antara berbagai varian, yaitu demam tinggi, batuk, rhinorrhea, kehilangan penghidu dan pengecap," kata dia.

Faktor penentu berat atau ringannya gejala lebih bergantung pada kekebalan tubuh seseorang daripada varian yang menyebabkan infeksi. Kekebalan tubuh rendah umumnya ditemukan pada lansia, orang dengan komorbiditas, dan orang dengan kondisi imunokompromis.

Erlina mengajak masyarakat untuk terus menerapkan pola hidup sehat dan protokol kesehatan jika berkegiatan di luar. Misalnya, dengan menggunakan masker saat di keramaian dan perjalan, batasi waktu saat berada di ruangan tertutup, dan vaksinasi Covid-19 booster.

"Melaksanakan protokol kesehatan dan vaksinasi terbukti menyelamatkan kita dari pandemi Covid-19. Mari mulai terapkan kembali protokol kesehatan dan vaksinasi," kata dia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement