REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Justin Hubner menambah panjang daftar nama pemain naturalisasi di pentas sepak bola Indonesia. Bek tengah berusia 20 tahun itu menyusul sejumlah nama pemain lain, seperti Shayne Pattynama, Ivar Jenner, Rafael Struick, hingga Jordi Amat.
Kehadiran tim nasional (timnas) Indonesia yang tangguh dan bisa bersaing di level internasional menjadi ujung dari program naturalisasi pemain ini, yang didorong oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pemain-pemain keturunan Indonesia, yang biasanya tampil di kompetisi luar negeri, dinilai memiliki kualitas teknik dan permainan lebih baik dibanding pemain lokal.
Dengan begitu, pemain-pemain tersebut diharapkan bisa menambah opsi pemain untuk mengisi skuad Merah Putih. Namun, program naturalisasi ini bukan tanpa sorotan dan kontroversi, terutama soal solusi instan yang diambil federasi dalam berburu prestasi di level internasional.
Tidak hanya itu, program naturalisasi pemain ini juga dianggap menepikan potensi bakat yang dimiliki pemain asli, yang lahir dan besar di Indonesia. Program naturalisasi ini pun kerap dinilai sebagai pengakuan atas kegagalan federasi dalam melakukan pembinaan pemain muda.
Naturalisasi sebenarnya bukan barang baru di sepak bola Indonesia. Nama Arnold Van der Vin akan selalu disebut soal sejarah naturalisasi pesepakbola di Indonesia. Van der Vin tercatat menjadi pemain naturalisasi pertama yang dilakukan oleh PSSI, tepatnya pada era 1950-an.
Saat itu, Van der Vin, dinaturalisasi dari negara asalnya, Belanda, untuk memperkuat timnas Indonesia. Van der Vin, yang berposisi sebagai penjaga gawang, pun menjadi pemain naturalisasi pertama yang dipercaya memperkuat timnas Indonesia. Kendati begitu, seiring berjalannya waktu, program naturalisasi mulai dilupakan.
PSSI lebih mengandalkan para pemain-pemain lokal untuk mengisi tim Garuda dan mengejar prestasi di level internasional. Program naturalisasi akhirnya kembali dilirik oleh PSSI di bawah kendali Nurdin Halid, tepatnya pada 2010 hingga 2011 silam. Politisi Golkar itu berambisi untuk menaturalisasi sejumlah pemain asal Brasil.
Sejak saat itu, keran naturalisasi pemain seolah terus terbuka. Nama-nama pemain seperti Kim Jefrey Kurniawan, Rafael Maitimo, Sergio van Dijk, hingga Jhon van Beukering. Para pemain ini dinaturalisasi lantaran memiliki darah Indonesia, baik dari pihak ayah ataupun ibu.
Proses naturalisasi pemain juga tidak hanya disponsori oleh PSSI. Sejumlah pemain yang telah malang-melintang di Liga Indonesia, seperti Cristian Gonzalez, Bio Paulin, Esteban Vizcarra, Greg Nwokolo, Herman Dzumafo, Alberto ''Beto'' Goncalves, rela berganti kewarganegaraan demi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
Dari sederet nama tersebut, Cristian Gonzalez dinilai menjadi pemain naturalisasi paling sukses dalam hal keberhasilan menembus tim nasional. Penyerang kelahiran Uruguay itu menjadi pemain naturalisasi dengan caps terbanyak buat Timnas Indonesia yaitu sebanyak 29 kali.
Hingga kini, tercatat setidaknya sudah ada 40 pemain naturalisasi di sepak bola Indonesia. Sebagian besar pemain naturalisasi itu berasal dari Eropa, terutama Belanda. Angka ini kemungkinan bakal terus bertambah. Pasalnya, Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, telah menegaskan untuk terus melanjutkan program naturalisasi.
Kendati begitu, berbeda pada periode-periode sebelumnya, PSSI akan lebih hati-hati dan tidak lagi serampangan dalam memilih pemain untuk masuk dalam program naturalisasi. Ada perubahan arah kebijakan program naturaliasi yang dilakukan PSSI saat ini. Sebelumnya, para pemain naturalisasi biasanya sudah menginjak usia puncak pesepak bola dan langsung dipercaya menghuni timnas senior.
Selain itu, tidak hanya soal status pemain ''bule'' atau bisa bermain sepak bola, PSSI lebih memilih untuk melakukan naturalisasi pemain-pemain muda dengan kriteria penilaian ketat. Tekad ini pun terlihat dengan rataan pemain yang telah dinaturalisasi PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir, yang didominasi para pemain muda.
Sebut saja pemain-pemain seperti Rafael Struick atau Ivar Jenner yang belum genap berusia 20 tahun saat mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari fokus utama pembentukan tim nasional dengan mengandalkan pembinaan secara berjenjang.
''Banyak pemain luar yang berminat tidak bisa memperkuat timnas jika tidak sesuai standar dan prosedur yang ada. Jadi, perlu ditegaskan, jiwa timnas kita adalah pembinaan berjenjang,'' kata Erick, beberapa waktu lalu.