REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Warga Kota Kherson yang kini menetap di Kiev, Oleksii Tilnenko berharap tahun ini Ukraina dapat mengusir pasukan Rusia keluar dari wilayah yang mereka duduki. Saat tahun 2023 akan segera berakhir, kampung halamannya di Kherson masih dihujani rudal dan hampir tidak ada perubahan di garis depan.
Tilnenko yang kini membantu pengungsi dalam negeri (IDP) di Kiev yakin Rusia sedang membangun kembali angkatan bersenjata yang lebih besar untuk meningkatkan kekuatan perangnya.
"Harapannya, entah bagaimana Barat dapat melakukan mobilisasi, entah bagaimana menghidupkan industri pertahanannya untuk memperbarui peralatan dan memproduksi apa yang dibutuhkan untuk membela warga negara biasa," kata pria berusia 36 tahun itu, Rabu (6/12/2023).
Konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II sudah berkecamuk selama lebih dari 21 bulan. Belum ada tanda-tanda pertempuran segera berakhir dan tidak ada pihak yang mendaratkan serangan yang berarti di medan perang.
Tentara Ukraina, yang tinggal di parit-parit yang membeku, mengakui mereka kelelahan menghadapi musim dingin kedua perang berskala besar dengan negara adidaya yang kaya akan sumber daya dan bersenjata nuklir. Populasi Rusia juga tiga kali lipat dibandingkan Ukraina.
Ukraina tahu untuk dapat melanjutkan perang, mereka harus mendapatkan bantuan militer dari Barat. Hal ini akan menjadi lebih sulit karena perang Israel-Hamas di Gaza yang mengalihkan perhatian dunia.
Pasukan Rusia, yang menduduki sekitar 17,5 persen wilayah Ukraina, kembali melakukan serangan di bagian timur setelah menahan sebagian besar serangan balik Ukraina yang tidak mampu menembus garis pertahanan yang luas di bagian selatan dan timur.
Prospek yang suram ini sangat kontras dengan optimisme Kievtahun lalu. Setelah Ukraina menentang ekspektasi dengan memukul mundur pasukan Rusia di sekitar ibukota mereka sebelum merebut kembali wilayah di timur laut dan selatan, termasuk kota Kherson.
Jumlah korban jiwa dan terluka terus membengkak, jutaan orang terpaksa mengungsi, kota-kota dan desa-desa Ukraina hancur. Serangan drone dan rudal bagian dari kehidupan negara itu sehari-hari.
Kota Kharkiv membangun sekolah-sekolah di bawah tanah sehingga anak-anak dapat belajar di kelas tanpa khawatir tewas dalam serangan bom. Tilnenko memimpin Crimea SOS, kelompok yang membantu 5 juta pengungsi dalam negeri di Ukraina.
Ia mengatakan tidak berniat pulang ke Kherson karena ancaman artileri dan bom berpandu yang tiada henti. Ia merasa bantuan militer Barat seharusnya datang lebih cepat, dalam jumlah yang lebih besar dan dengan cara yang lebih sedikit.
Ia mengatakan kekuatan udara yang penting untuk serangan balik sangat kurang tahun ini dan jet tempur F-16 yang dijanjikan belum dikirim. Bantuan militer dan keuangan yang penting dari Barat tidak lagi berjalan dengan lancar.
Presiden AS Joe Biden menjadikan kemenangan Ukraina sebagai tujuan kebijakan luar negeri saat ia berkampanye untuk terpilih kembali pada November 2024. Tetapi nasib paket bantuan senilai 60 miliar dolar AS yang diusulkan Biden tidak pasti karena ditentang beberapa anggota Partai Republik.
Proposal bantuan militer Uni Eropa untuk empat tahun senilai 20 miliar euro atau 21,75 miliar dolar AS juga mendapat penolakan dari beberapa anggota blok tersebut.
Kurangnya kemajuan signifikan Ukraina di medan perang tahun ini juga dapat merugikan Biden secara politis dalam pemilihan umum yang dapat menandai kembalinya mantan Presiden Donald Trump, yang meminta Kongres pada musim panas ini untuk menahan bantuan ke Ukraina.