REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendakian gunung menjadi kegiatan populer bagi banyak orang yang mencari tantangan fisik dan pengalaman mendebarkan. Namun, penting untuk menyadari bahwa perubahan lingkungan pada ketinggian tertentu dapat mengakibatkan kondisi medis yang disebut Acute Mountain Sickness (AMS).
Spesialis kedokteran penerbangan dari RS EMC Cibitung, dr Andyka Banyu Sutrisno, mengatakan bahwa AMS adalah reaksi tubuh terhadap penurunan kadar oksigen di lingkungan tinggi. Beberapa gejala AMS meliputi sakit kepala (gejala utama), mual, muntah, kehilangan selera makan, kelelahan berlebihan terutama saat istirahat, gangguan tidur, dan pusing.
"Gejala AMS biasanya muncul dalam beberapa jam setelah memasuki hari pertama pendakian. Pada kondisi ringan, tubuh dapat beradaptasi dan gejala bisa hilang setelah beberapa hari,” kata dr Andyka, dikutip dari laman EMC, Selasa (5/12/2023).
Dr Andyka juga memperingatkan tentang Severe Altitude Sickness (SAS) atau bentuk AMS yang lebih serius. SAS dapat menyebabkan edema paru dan edema serebral. Gejala seperti kelelahan ekstrim, kebingungan, hilangnya koordinasi, batuk, dan sesak bisa menjadi tanda kondisi yang mengancam nyawa ini.
Untuk mencegah kondisi ini, beberapa langkah pencegahan sangat dianjurkan bagi pendaki gunung, seperti menjaga kebugaran sebelum mendaki, melakukan pendakian secara bertahap untuk beradaptasi dengan ketinggian, menghindari aktivitas berlebihan, serta menghindari alkohol dan rokok. Dr Andyka juga menegaskan pentingnya berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan pendakian, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. "Mengenali gejala dan tindakan pencegahan bisa memastikan pendakian yang aman dan menyenangkan bagi para pendaki," ujar dr Andyka.
Pentingnya pemahaman terhadap AMS dan SAS dapat membantu para pendaki menikmati pengalaman mendaki gunung dengan aman dan tanpa risiko kesehatan. Dengan tindakan pencegahan yang tepat, aktivitas pendakian dapat menjadi kegiatan yang bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental.