Kamis 07 Dec 2023 15:50 WIB

Adab Mencabut Bulu Ketiak dalam Islam

Islam mengatur banyak hal dalam kehidupan dalam bentuk adab.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Alat pencukur bulu (ilustrasi). Umat Islam dianjurkan mencukur bulu ketiak dan kemaluan sebelum 40 hari.
Foto: Dok. www.freepik.com
Alat pencukur bulu (ilustrasi). Umat Islam dianjurkan mencukur bulu ketiak dan kemaluan sebelum 40 hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mencabut bulu ketiak di zaman sekarang dapat dilakukan dengan beberapa metode yang umum digunakan, seperti mencukur, waxing, menggunakan krim penghilang bulu, alat elektrik, dan laser atau elektrolisis.

Namun, Islam juga mengajarkan adab atau tata cara mencabut bulu ketiak. Dalam buku “TafsirWanita: Penjelasan Lengkap Tentang Wanita Dalam Alquran” , Syekh Imad Zaki Al-Barudi menjelaskan, dalam hadits digunakan kata yang berbeda antara membuang bulu kemaluan dengan membuang bulu ketiak.

Baca Juga

Dalam hal membuang bulu kemaluan dipergunakan istilah istihdad (mencukur), sedangkan dalam hal membuang bulu ketiak dipergunakan istilah naft (mencabut). Perbedaan ini didasarkan karena adanya perhatian pada perbedaan posisi keduanya.

Mungkin di antara sebabnya adalah bahwa rambut yang dicukur ia akan semakin kuat akarnya, dan jika tumbuh ia akan semakin lebat. Oleh karena itulah para dokter menyarankan agar rambut yang ingin dikuatkan akarnya, sebaiknya bagian itu sering dicukur.

Sedangkan ketiak, jika banyak rambutnya dan semakin kuat akarnya, maka dia akan semakin baud an menganggu orang yang dekat dengannya. Dengan demikian, maka sangat cocok jika bulu ketiak dicabut saja, sehingga akarnya menjadi lemah dan membaut bau ketiak melemah.

Sedangkan pada kemaluan, di sana tidak ada bau sebagaimana yang ada pada ketiak. Karena itu, sebaiknya bulu di kemaluan dicukur saja. Sebab, itu lebih gampang dan lebih ringan untuk dilakukan setiap orang.

Lalu bagaimana adab mencabut bulu ketiak?

Dianjurkan untuk memulai mencabut bulu dari ketiak sebelah kanan. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha sebagai berikut:

Kaana nabiyyu shalallahu ‘alaihi wa sallama yu’jibuhut tayammunu, fii tana’ulihi, wa tarajjulihi, wa thuhuurihi, wa fii sya’nihi kullih

“Bahwa Rasulullah SAW sangat senang memulai sesuatu dengan yang kanan, pada saat memakai sandal, menyisir, bersuci dan pada semua urusannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement