REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tindakan kepolisian terhadap delapan debt collector (DC) yang disangka telah melakukan tindakan melawan hukum, terus bergulir. Polda Jawa Tengah juga mendalami peran/keterlibatan manajemen perusahaan leasing.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), para DC yang kini telah diamankan dan diproses hukumnya, mengaku bekerja berdasarkan surat kuasa dari perusahaan leasing.
“Sehingga peran leasing yang bersangkutan pun juga kami dalami,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol Johanson Ronald Simamora, dalam konferensi pers di lobi Mako Ditreskrimum Polda Jateng, di Semarang, Kamis (7/12/2023).
Dari sejumlah pihak yang telah diperiksa, jelas Johanson, di antaranya adalah head of legal perusahaan leasing tersebut. Termasuk direkturnya, nantinya juga akan diperiksa penyidik Ditreskrimum.
Karena penanggung jawab dalam surat kuasa tersebut atas nama direktur. “Untuk head of legal-nya sudah kita periksa, tinggal direkturnya yang belum. Mungkin pekan depan diperiksa,” ungkapnya.
Dir Reskrimum juga menyampaikan, pendalaman peran manajemen perusahaan dilakukan karena perusahaan leasing tidak bisa mengeluarkan surat kuasa untuk menarik mobil kreditur yang macet.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, dalam proses leasing terjadi kreditur macet, leasing wajib melaporkan kepada pihak kepolisian yang diatur dalam UU Fidusia.
Eksekusi terhadap kendaraan akibat kreditur macet merupakan kewenangan pengadilan dan eksekusi dilakukan setelah adanya penetapan dari pengadilan. “Jadi tidak ada pihak leasing memberi surat kuasa kepada DC untuk melakukan penarikan kendaraan secara paksa,” tegas dia.
Tugas DC, masih jelas Johanson, sebenarnya hanya sebatas dalam hal penagihan utang atau angsuran yang tertunggak oleh kreditur dan bukan untuk menarik secara paksa kendaraan kreditur yang macet.
Apalagi sampai dengan mengancam, melakukan pemukulan dan pengeroyokan, melakukan intimidasi, dan mengambil barang tanpa seizin pemiliknya. “Karena ini ranahnya sudah ranah pidana,” katanya.
Sementara itu, salah seorang tersangka, TBG, mengaku untuk melaksanakan penarikan kendaraan milik kreditur yang macet karena diajak oleh temannya.
Untuk pekerjaan menarik kendaraan kreditur macet ia mendapatkan upah berkisar Rp 20 juta – Rp 30 oleh perusahaan yang mempekerjakan. “Per bulan bisa sampai Rp 20 juta hingga Rp 30 juta,” kata warga Bekasi ini.