Kamis 07 Dec 2023 17:57 WIB

Pentingnya Data dalam Mitigasi Bencana dan Keselamatan Nyawa Masyarakat

Dengan big data maka bisa didapat data geospasial.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Talkshow Integrasi SPBE Pilar Transformasi Digital Indonesia dengan tema Akselerasi Pelayanan Publik dengan Integrasi SPBE, di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Foto: Dok. Web
Talkshow Integrasi SPBE Pilar Transformasi Digital Indonesia dengan tema Akselerasi Pelayanan Publik dengan Integrasi SPBE, di Jakarta, Kamis (7/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu Data Indonesia merupakan sistem integratif dalam hal penanganan data. Dengan adanya SDI, pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menjelaskan,  data bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya bencana serta menyelamatkan nyawa masyarakat.

“Contohnya di India, pemerintah mereka membuat aplikasi untuk mendeteksi banjir dan menggunakan kecerdasan buatan, lalu diolah semua datanya dan bisa buat prediksi satu minggu sebelum banjir datang sehingga penduduk di daerah itu bisa diungsikan terlebih dahulu. Prediksi ini bisa membuat banyak nyawa masyarakat diselamatkan,” kata Nezar dalam acara Talkshow Integrasi SPBE Pilar Transformasi Digital Indonesia dengan tema Akselerasi Pelayanan Publik dengan Integrasi SPBE, di Jakarta, Kamis (7/12/2023).

Baca Juga

Nezar menambahkan, Jakarta adalah daerah yang selalu banjir di masa musim hujan. Kata dia, dengan big data maka bisa didapat data geospasial, demografi dan juga solusi integratif yang harus dilakukan hingga ke bantuan yang harus diberikan.

Co-founder & CEO Katadata Metta Dharmasaputra menambahkan, pemanfaatan data untuk memrediksi bencana sudah dilakukan pada masa pandemi Covid-19.

“Ketika itu sebenarnya sudah ada data ledakan penyakit pneumonia tapi kita tidak menangkap data itu. Harusnya bisa diprediksi apa yang akan terjadi. Lalu kami di Katadata membuat indeks kerentanan Covid-19, kita petakan jumlah RS, ranjang dan tenaga perawat di tiap daerah. Ternyata, Jawa  Barat dan Banten adalah daerah yang paling rentan karena jumlah penduduk besar dan jumlah RS, ranjang serta tenaga perawat yang tidak terlalu banyak,” kata Metta.

Nezar menambahkan, pengelolaan data di Indonesia melibatkan banyak kementerian dan lembaga. Ibarat sebuah korporasi, Chief Data Officer adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang bertugas mengumpulkan data. Sedangkan Kementerian Keuangan menjadi Chief Financial Officer, Kementerian Kominfo jadi Chief Technology Officer.

“Karena Dukcapil ada data-data penting dari daerah dan juga dikonsolidasi maka Kemendagri itu jadi Chief Regional Government Officer, lalu terkait keamanan kita libatkan BSSN sebagai Chief Security Offficer serta BRIN jadi Chief Research Officer,” kata Nezar.

Nezar menegaskan, Satu Data Indonesia akan memiliki kualitas data yang lebih baik sehingga bisa menjadi rujukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Metta menambahkan, problem utama Indonesia saat ini adalah ketersediaan data yang cukup layak untuk jadi bahan analisis. Metta memberi contoh, beberapa waktu lalu seorang profesor di Manchester, Inggris mengungkapkan penyebab kematian terbesar di Indonesia pada tahun 90-an adalah kardiovaskular.

“Pada tahun 90-an, 20 persen pasien yang meninggal karena kardiovaskular dan 13 tahun kemudian jumlahnya sudah naik jadi 35 persen. Jadi 1/3 penduduk Indonesia bisa meninggal karena kardiovaskular. Data ini penting untuk diolah sehingga bisa menjadi data yang hidup,” ujar Metta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement