REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produksi padi di berbagai daerah Indonesia diproyeksikan mengalami penurunan sebagai dampak dari fenomena perubahan iklim. Menurut proyeksi BMKG pada periode 2020-2045, produksi padi di Provinsi Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara diproyeksikan turun lebih dari 25 persen. Pulau Jawa dan Sumatera sebagai pusat produksi beras juga akan mengalami penurunan dari 10 persen menjadi 17,5 persen atau kategori sedang.
Proyeksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika juga mengungkap bahwa kerugian ekonomi nasional pada sektor pertanian periode 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp 77,9 triliun.
“Dari hasil dari proyeksi kami, jumlah potensi kerugian di sektor pertanian terus meningkat. Misalnya untuk tahun ini kami proyeksikan potensi kerugiannya mencapai Rp 17,77 triliun, naik dari tahun lalu sebesar Rp 15,59 triliun,” kata Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/12/2023).
Ia menjelaskan bahwa proyeksi penurunan padi di Indonesia sangat terkait dengan kejadian El Nino, yang secara umum mengurangi curah hujan di Indonesia. Fenomena El Nino dipicu dengan peningkatan suhu muka laut di pasifik tengah dan timur bersamaan dengan melemahnya angin pasat timuran di sepanjang Pasifik khatulistiwa sehingga menghalangi pertumbuhan awan.
Secara historis periode 40 tahun terakhir (1980-2020), kata Ardhasena, ada 15 kejadian La Nina (5 La Nina kuat, 3 La Nina moderate) dan 14 kejadian El Nino (5 El Nino kuat, 4 El Nino moderate). Hal ini mengindikasikan bahwa 75 persen iklim Indonesia akan diganggu EL Nino/La Nina.
Selain itu, data perubahan suhu BMKG di Indonesia periode 1981-2022 menunjukkan bahwa tahun 2016, 2019 dan 2020 juga terjadi penurunan produksi padi yang cukup signifikan akibat El Nino. 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dan dunia, dengan nilai anomali suhu Indonesia 0,6 derajat Celsius sepanjang periode pengamatan 1981-2022.
Tahun 2016 merupakan rangkaian El Nino kuat 2015-2016. Lalu tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,5 derajat Celsius dan 0,4 derajat Celsius.
“Tren suhu pada tahun-tahun tersebut berkaitan erat dengan kejadian El Nino, yang kemudian menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan khususnya padi,” kata Ardhasena.
Sementara itu, berdasarkan hasil monitoring BMKG hingga akhir November 2023, indeks ENSO pada bulan November sebesar +1.98, yang artinya masih terjadi El Nino Moderat. BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El Nino masih bertahan meskipun level secara gradual akan menurun menuju Netral pada Maret - April 2024.
“Sebagai wujud komitmen dalam menangani berbagai tantangan isu iklim, pemerintah Indonesia telah merancang strategi pembangunan ketahanan iklim. Program ini mengkolaborasikan Kementerian dan lembaga untuk menangani perubahan iklim di Indonesia khususnya sektor pertanian yang termasuk prioritas,” jelas dia.