REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo meminta perbankan mempermudah akses pembiayaan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Salah satunya dengan tidak meminta agunan.
Menanggapi itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, sinergi antara kementeriannya, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Himpunan Bank Negara (Himbara) harus diselaraskan. Tujuannya supaya ada kemudahan akses pembiayaan bagi UMKM.
"Kalau kami di BUMN sudah pasti dalam melakukan penugasan tadi efektif. Bayangkan, dari Rp 1.600 triliun (pembiayaan ke UMKM), BRI-nya saja 83,5 persen, belum Himbara yang lain," ujar Erick kepada wartawan usai pembukaan BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Meski begitu, kata dia, itu belum cukup. Maka pemerintah kembali mendorong berbagai hal kondusif dalam pembangunan UMKM. Kementerian BUMN bersama BRI melalui BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR, lanjutnya, turut membuka akses pasar bagi UMKM.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menambahkan, mengenai penghapusan agunan tersebut, Kementerian BUMN tengah mendiskusikan kebijakan ke depan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Koperasi dan UKM guna peningkatan dari sisi penjaminan. Nantinya, jelas dia, agunan bisa digunakan jika penjaminannya semakin kuat.
"Kita akan ajukan supaya penjaminan ke depan lebih luas dan lebih besar size-nya. Sehingga, nanti makin banyak nasabah yang bisa masuk dari sistem KUR (Kredit Usaha Rakyat) maupun ultramikro," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengusulkan ke OJK agar perbankan tidak hanya menggunakan pendekatan konvensional dalam memberikan kredit ke UMKM. Alasannya, kata dia, UMKM tidak memiliki aset yang bisa menjadi agunan kredit ke bank.
"Kalau UMKM dipaksa punya aset dulu pasti berat. UMKM justru tidak punya aset," tegas Tegas dia